JAKARTA, (Panjimas.com) – Masih terkait adanya pelarangan pemakaian cadar (niqob) bagi mahasiswi yang ada di lingkungan UIN Yogya rupanya disikapi dan dikomentari berbagai pihak dan kalangan. Termasuk salah satunya datang pernyataan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seperti halnya yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa’adi pada hari Kamis (8/3) kemarin kepada Panjimas.
MUI meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak menjadikan isu penggunaan cadar oleh mahasiswi UIN Sunan Kalijaga (SUKA) ini sebagai alat untuk saling mendiskreditkan dan menyalahkan antar kelompok dan adanya pandangan keagamaan yang terjadi di masyarakat. Karena hal ini dikhawatirkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam.
MUI menilai bahwa masalah pemakaian cadar bagi seorang muslimah sebagai syarat dan kewajiban untuk menutup aurat adalah masalah cabang dalam agama (furu’iyyat), yang dalam berbagai pendapat para ulama tidak ditemukan adanya kesepahaman (mukhtalaf fihi).
“Karena masih terdapat perbedaan pandangan di kalangan para ulama (khilafiyah), untuk hal tersebut hendaknya semua pihak dapat menerima perbedaan pandangan tersebut sebagai khazanah pemikiran Islam yang ada dan sangat dinamis serta dapat menjadikan rahmat bagi umat Islam yang harus disyukuri bukan justru diingkari,” ujar Zainut Tauhid.
MUI menilai ada kesalahpahaman sementara pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (isybal) dan potongan jenggot dari seseorang.
Pandangan tersebut menurut Zainut Tauhid sangat tidak tepat. Karena radikalisme itu tidak hanya diukur melalui simbol-simbol asesoris belaka seperti cadar, celana cingkrang (isybal) dan potongan jenggotnya, tetapi lebih pada pemahaman ajaran agamanya. Sehingga kurang tepat jika ada pendapat yang mengatakan karena alasan ingin menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar dan pemakaian celana cingkrang.
“Saya khawatir setelah larangan itu kemudian disusul dengan larangan berikutnya yaitu larangan mahasiswa yang memakai celana cingkrang dan berjenggot dan seterusnya,” tandasnya.
Terakhir dirinya atas nama Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada semua pihak untuk hendaknya senantiasa menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan. [ES]