JENEWA, (Panjimas.com) – Kepala Badan Hak Asasi Manusia PBB mengecam keras tindakan rezim Bashar al-Assad dikarenakan “secara hukum dan moral yang dinilai tidak berkelanjutan” dengan membenarkan serangan terhadap warga sipil di Ghouta Timur, Rabu (07/03).
Saat berbicara pada sesi ke-37 Dewan HAM PBB, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Ra’ad Al Hussein mengatakan: “Upaya terbaru untuk membenarkan serangan brutal tanpa pandang bulu dan tindakan brutal terhadap ratusan ribu warga sipil dengan dalih untuk memerangi ratusan militan di Ghouta Timur, hal ini secara hukum, dan secara moral, tidak berkelanjutan”, dikutip dari Anadolu.
“Konflik di Suriah memasuki fase horor baru. Selain pertumpahan darah yang mengejutkan di Ghouta Timur, yang dibahas dalam perdebatan mendesak pekan lalu, meningkatnya kekerasan di Provinsi Idlib pun membuat sekitar dua juta warga sipil dalam bahaya,” pungkas Hussein. .
Komisioner HAM PBB tersebut mengatakan bahwa sebuah pusat kesehatan diserang setiap empat hari sekali di sepanjang tahun 2017 dan lebih dari seribu serangan udara dan serangan darat tahun lalu.
“Harus diingat bagaimana pelanggaran besar yang dilakukan oleh pemerintah Suriah dan sekutu lokalnya, yang dimulai pada tahun 2011, menciptakan ruang awal di mana kelompok bersenjata ekstremis kemudian berkembang,” paparnya.
“Bila Anda siap untuk membunuh orang-orang Anda sendiri, berbohong juga mudah. Klaim pemerintah Suriah bahwa mereka mengambil setiap tindakan untuk melindungi penduduk sipilnya sejujurnya,” imbuhnya.
Mengingatkan kembali penegasan Sekjen PBB, “Neraka di Bumi” untuk Ghouta Timur, Hussein berkata: “Bulan depan atau bulan berikutnya, akan terjadi di tempat lain di mana orang-orang menghadapi kiamat – kiamat yang dimaksudkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh individu-individu di dalam pemerintah, rupanya dengan dukungan penuh dari beberapa pendukung asing mereka.”
“Hal ini sangat mendesak untuk membalikkan jalur bencana kemanusiaan ini, dan merujuk permasalahan Suriah ini ke Pengadilan Pidana Internasional,” tambahnya.
Hampir sepekan yang lalu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengadopsi Resolusi nomor 2401 yang mendesak pihak-pihak dalam konflik Suriah untuk segera menghentikan semua permusuhan dan mematuhi jeda kemanusiaan jangka panjang di seluruh wilayah Suriah untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan agar tidak terganggu, serta bantuan medis dan juga evakuasi para korban yang terluka.
“Semua pihak [harus] menghentikan permusuhan tanpa penundaan dan berkomitmen untuk memastikan jeda kemanusiaan yang bertahan selama setidaknya 30 hari berturut-turut di seluruh wilayah Suriah untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dan layanan kemanusiaan yang aman, tanpa hambatan dan berkelanjutan serta evakuasi medis warga yang sakit dan terluka parah, sesuai dengan hukum internasional yang berlaku,” jelas pernyataan yang baru-baru ini dirilis oleh Dewan Keamanan PBB.
Resolusi tersebut menyerukan evakuasi medis 700 warga sipil, terutama di Ghouta Timur, daerah pinggiran yang diblokade rezim Assad di dekat Damakus.
Resolusi DK PBB itu juga menuntut gencatan senjata di kota-kota Suriah seperti Yarmouk, Al-Fu’ah dan Kafriya, yang masih dikepung oleh rezim Bashar al-Assad.
Resolusi yang dipersiapkan oleh Swedia dan Kuwait itu, kemudian diadopsi setelah beberapa penundaan, karena anggota Dewan Keamanan PBB berusaha meyakinkan Rusia, salah satu negara pendukung rezim Assad.
Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia mengklaim bahwa “ribuan teroris” tetap berada di Ghouta Timur.
Dalam 8 bulan terakhir, pasukan rezim Assad telah mengintensifkan pengepungan di Ghouta Timur, sehingga hampir tidak mungkin bagi akses makanan ataupun obat-obatan masuk ke distrik tersebut dan mengakibatkan ribuan pasien memerlukan perawatan medis segera.
Ghouta Timur berada dalam jaringan zona de-eskalasi – yang didukung oleh Turki, Rusia dan Iran – di mana tindakan agresi militer dilarang.
Desa-desa di Ghouta Timur terus menjadi sasaran pasukan rezim Assad, meskipun fakta bahwa wilayah-wilayah tersebut termasuk dalam jaringan zona de-eskalasi dimana tindakan agresi militer dilarang.
Rezim Bashar al-Assad, bagaimanapun, telah berulang kali melanggar kesepakatan zona de-eskalasi tersebut dan telah menargetkan wilayah-wilayah pemukiman di
Menjadi rumah bagi sekitar 400.000 penduduk, Ghouta Timur tetap berada di bawah pengepungan rezim yang melumpuhkan selama lima tahun terakhir. Dalam laporan tahunan yang baru saja dirilis, White Helmets menuding bahwa sebanyak 1.337 warga sipil dibunuh di Ghouta Timur pada sepanjang tahun 2017 akibat serangan-serangan yang terus berlanjut oleh pasukan rezim Bashar al-Assad.
Ghouta Timur telah dikepung selama 5 tahun lamanya dan akses kemanusiaan ke kota yang merupakan rumah bagi 400.000 warga sipil tersebut kini telah benar-benar terputus. Ratusan ribu penduduk saat ini sangat membutuhkan bantuan medis.
Dalam 8 bulan terakhir, rezim Bashar al-Assad telah mengintensifkan pengepungan di wilayah Ghouta Timur, sehingga hampir tidak mungkin disalurkannya pasokan makanan dan akses obat-obatan ke distrik tersebut sehingga membuat ribuan pasien dalam kondisi kritis dan memerlukan pengobatan segera.[IZ]