JAKARTA, (Panjimas.com) – Menanggapi informasi yang disampaikan oleh Menkopolhukam Wiranto kemarin Senin, (5/3) soal Ustdz Abu Bakar Ba’asyir yang tidak bisa dijadikan tahanan rumah dan dirawat oleh istri dan keluarganya. Padahal usia ustadz sudah tua dan sakit sakitan. Dari Tim Pengacara ustadz Ba’asyir pun turut angkat bicara soal itu.
Kepada Panjimas Selasa (6/3) salah satu tim Pengacara ustadz Abu Bakar Ba’asyir yakni Guntur Fattahillah menyampaikan pendapatnya.
“Apakah NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 45 ini sudah tergadaikan oleh Australia? Jika betul demikian jelaslah negeri ini sudah tergadaikan dan dikangkangi oleh negara lain, maka hancurlah kedaulatan hukum NKRI,” ujar Guntur memulai wawancaranya kepada Panjimas.
Menurutnya jangan karena arogansi dari Menlu Australia Julie B yang pernyataanya seakan mengintervensi pemerintah kemudian kedaulatan hukum NKRI ini kemudian menjadi hancur.
Karena dalam pemberitaan di media sebelumnya, bahwa Pemerintah Australia melalui Kementerian Luar Negerinya itu memberikan pernyataan yang intinya adalah mendesak Indonesia, agar tidak memberi keringanan apapun terhadap ustad Abu Bakar Ba’asyir.
“Apakah ideologi Islam Ustadz Abu Bakar Ba’asyir berbeda dengan Menkopolhukam? Beliau (Ustadz Abu Bakar Ba’asyir) hanya melaksanakan agama Islam secara murni dan kaffah serta menerangkan agama Islam secara murni dan kaffah.” tandas Guntur lagi.
Ustadz Abu pun pernah menyampaikan pesan kepada dirinya berapa hari lalu, dimana “Saya selama ini tidak pernah menyebarkan ideologi radikal, atau mengajak orang lain untuk terlibat dalam aksi teror,” kata Guntur lagi.
Ustadz Abu juga menyampaikan kepada Tim Pengacaranya bahwa beliau tidak pernah pegang senjata dan tidak pernah menggunakan senjata, ia pun juga tidak pernah menyuarakan ataupun menyerukan Jihad di Negeri negeri yang aman seperti di NKRI ini, dan beliau tidak pernah terlibat dalam kasus peledakan-peledakan yang katanya terjadi di NKRI.
“Jadi janganlah paranoid sehingga menstempel Ulama sebagai orang yang radikal,” kata Pengacara dari Tim Pembela Muslim (TPM) itu.
Kemudian dirinya membandingkan antara Mengapa seorang Xanana Gusmao ditahun 1999 yang merupakan seorang terpidana bisa ditahan diluar Lembaga Pemasyarakatan (LP)?
Begitu juga seorang Basuki Tjahja Purnama (BTP) Alias Ahok yang juga sebagai terpidana bisa tidak menjalankan hukuman/pemidanaan nya di lembaga pemasyarakatan tapi malah di rutan mako brimob kelapa dua.
Termasuk dirinya dan Tim Pengacara juga menyoroti soal kasus kasus Korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung Henri Djuhari yang diputus hukuman 2,8 bulan pada tanggal 23 November 2017 kemudian Jaksa Banding pada tanggal 29 Nov 2017 dan pada tanggal 30 Nov 2017 Jaksa mencabut bandingnya, pun telah berkekuatan hukum tetap dan menjadi terpidana tidak ditahan dan tidak menjalankan hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan tapi di rumah tahanan Kejaksaan Agung.
“Apakah menteri Hukum dan Ham telah benar membaca putusan Ustadz Abu Bakar Baasyir atau hanya mendengar saja informasi sekilas yang masuk,” dirinya sekali lagi mempertanyakan itu.
TPM juga mempertanyakan tentang aturan hukum dan perundang undangan yang mana yang dilanggar bila Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dilakukan penahan di rumah atau penahanan rumah. Mengapa ada pengecualian dan perbedaan terhadap ke tiga narapidana tersebut dengan ustadz Ba’asyir?
“Apa karena mereka yang punya kemampuan finansial kemudian dengan mudahnya bisa mendapatkan fasilitas yang berbeda lebih nyaman dan tentram, sedangkan ustadz Abu tidak?” pungkasnya kepada Panjimas. [ES]