GHOUTA TIMUR, (Panjimas.com) – “Para aktivis kemanusiaan di Ghouta Timur, Suriah telah membentuk kelompok bersenjata kecil untuk untuk memecahkan blokade para militan dan mencapai daerah yang dikuasai oleh pemerintah,” demikian menurut Juru Bicara Pusat Rekonsiliasi Rusia “Russian Center for Reconciliation” di Suriah, Mayor Jenderal Vladimir Zolotukhin kepada para wartawan seperti dikutip dalam laporan media Rusia, TASS News.
“Kami telah menerima laporan tentang situasi kemanusiaan yang rumit (di Ghouta Timur – TASS), kurangnya makanan dan obat-obatan, serta banyak keluhan tentang penganiayaan oleh pihak militan,” pungkasnya.
Zolotukhin menambahkan bahwa “hal itu menyebabkan ketidakpuasan tumbuh di antara para penduduk setempat dan bahkan gelombang protes.”
“Ada informasi bahwa beberapa aktivis sipil membentuk kelompok bersenjata kecil, dan berencana untuk mematahkan blokade para gerilyawan, dan mencapai daerah yang dikuasai oleh pemerintah,” Zolotukhin mencatat.
Pusat Rekonsiliasi Rusia sekali lagi menyerukan kepala unit-unit bersenjata ilegal untuk menghentikan penganiayaan terhadap warga sipil dan membiarkan mereka meninggalkan wilayah Ghouta Timur.
Sebelumnya, Zolotukhin mengatakan bahwa bentrokan antara penduduk lokal dan militan telah terjadi di Ghouta Timur pada hari Rabu (28/020, hingga menyebabkan empat warga sipil dan tiga militan tewas.
Atas perintah Presiden Rusia Vladimir Putin, jeda kemanusiaan diberlakukan setiap harinya dari pukul 09:00 sampai 14:00 siang berlaku di Ghouta Timur mulai tanggal 27 Februari. Jeda kemanusiaan ini bertujuan untuk memberi kesempatan kepada warga sipil untuk meninggalkan daerah Ghouta Timur tersebut.
Namun, militan mengganggu tiga jeda kemanusiaan periode pertama. Menurut sumber di Pusat Rekonsiliasi Rusia, militan, berkali-kali, menghalangi, koridor kemanusiaan, yang, ditetapkan, untuk warga sipil. Mereka juga mencegah warga sipil meninggalkan area tersebut, bahkan mengancamnya dengan bahaya kematian.[IZ]