JAKARTA (Panjimas.com) — Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melarang mahasiswinya untuk mengenakan cadar di dalam kampus. Bahkan, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi akan memecat atau mengeluarkan mahasiswinya yang tidak mau melepas cadar saat beraktivitas di kampus.
Pihak kampus telah melakukan pendataan jumlah mahasiswi yang mengenakan cadar. Hal itu dilakukan sesuai surat resmi dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018. Pihak kampus juga sudah membentuk tim konseling dan pendampingan kepada mahasiswi bercadar agar mereka mau melepas cadar saat berada di kampus UIN.
Mahasiswi bercadar pun akan mendapatkan pembinaan dari kampus melalui tujuh tahapan berbeda. Jika seluruh tahapan pembinaan telah dilampaui dan mahasiswi yang bersangkutan tidak mau melepas cadar, maka pihak UIN akan memecat mahasiswi itu.
Berdasar penghimpunan data yang dilakukan, saat ini, jumlah total yang mengenakan cadar adalah sebanyak 42 mahasiswi, dan tersebar dalam beberapa fakultas di UIN Suka. Rektor menyebut, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam ada enam orang, Fakultas Syari’ah dan Hukum delapan orang, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora enam orang, Fakultas Ushuluddin lima orang, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya tiga orang, Fakultas Tarbiyah delapan orang, Fakultas Dakwah empat orang dan Fakultas Sains dan Teknologi dua orang.
“Saat ini kami tengah membentuk tim pembinaan di masing-masing fakultas,” ujar Yudian dalam konferensi pers di UIN Suka, Senin (5/3). Dalam tiap-tiap fakultas, akan diberi tenaga pembina dengan total sebanyak 5 orang dosen dengan latar belakang kompetensi yang beragam.
Pembinaan itu dilakukan secara personal dan bertahap. Dalam pembinaan ini, akan diinformasikan terkait dasar-dasar negara serta konfirmasi terkait latar belakang atas pengenaan cadar yang dilakukan oleh mahasiswi tersebut.
“Jika berdasar pemantauan, mahasiswi itu cenderung tak dapat membaur dengan teman yang lainya, maka akan dilakukan konfirmasi lebih lanjut terkait penerapan eksklusivitas tersebut. Bila ternyata eksklusivitas itu dilatar belakangi oleh pamahaman yang mengarah pada pemahaman transnasional, maka pembinaan akan kembali dilakukan.
UIN Sunan Kalijaga dapat menerima argumentasi pengenaan cadar atas dasar kenyamanan dan kesehatan. Sang Rektor mengatakan, salah satu asal muasal pengenaan cadar di Arab Saudi adalah karena pertimbangan debu padang pasir.
Di Indonesia, cadar pun kemudian dapat difungsikan sebagai masker kesehatan, namun jika pengunaan cadar diiringi dengan pemahaman ideologi, maka ia menilai pemahaman itu adalah pemahaman yang kurang tepat.
Tanggapan MUI
Menanggapi hal itu, Sekjen Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas mengatakan, tindakan yang dilakukan pihak rektorat kampus tersebut tidak mempunyai dasar yang kuat. “Jadi kesimpulan saya, dasar hukum yang digunakan mereka sebagai alasan tidak kuat. Nah kalau seandainya kita berbuat sesuatu yang dasar hukumnya tidak kuat, itu yang akan terjadi kegaduhan,” ujarnya, seperti diberitakan Republika.co.id, Senin (5/3).
Namun, dia mengaku, belum lama ini dirinya juga sudah berdiskusi hampir satu jam dengan seorang pengacara terkenal terkait kasus seperti ini. Berdasarkan penjelasan dari pengacara tersebut, kata dia, jika akan melakukan setiap tindakan hukum, maka tindakan tersebut harus mempunyai dasar hukum yang kuat.
Menurut Anwar, rektor tersebut hanya akan membuat gaduh saja, padahal Pilkada Serentak akan segera berlangsung. “Pertanyaan saya, rektor ini mau membuat gaduh atau mau membuat aman dan tentram? Kalau menurut saya jangan buat gaduh lah,” ucapnya.
Anwar menyarankan, agar Rektor UIN SUKA menggunakan cara-cara yang lebih persuasif terhadap mahasiswinya yang bercadar, sehingga tidak membuat bangsa ini kembali berada dalam kegaduhan.
Anwar menambahkan, bahwa negara ini mempunyai Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, yang mana disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Karena itu, menurut Anwar, tindakan rektor UIN SUKA tersebut bisa saja digugat di pengadilan. “Kita punya pasal 29 ayat 2 itu. Jadi kalau misalnya mereka diapakan, lalu mereka gugat melalui pengadilan. Lalu penegak hukum bisa melaksanakan dengan sebaik-baiknya, saya rasa rektornya akan kalah,” kata Anwar. (ass/rep)