Jakarta (Panjimas.com) – Tokoh Al Irsyad Al Islamiyah, Ustadz Abdullah Hadrami berpandangan, perbedaan pendapat (bukan hal prinsip) diperbolehkan, yang tidak boleh adalah merusak kehormatan dan memutuskan hubungan ukhuwah, serta hal-hal yang dilarang oleh agama.
“Suatu ketika Imam Syafi’I berbeda pendapat dengan salahsatu muridnya. Tapi setelah bertemu, beliau mengatakan, kita beda pendapat tapi tetap bersaudara,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Konsolidasi dan Sosialisasi Program Kerja Majelis Dakwah Al Irsyad Al Islamiyah di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq, Jakarta Timur, selama dua hari , Sabtu (3/3/2018) lalu.
Menurut Ustadz Hadrami, ada kelompok manusia dalam menyikapi perbedaan. Pertama, berbeda pendapat dengan sesorang, bukan berarti menentang atau musuhnya. Inilah orang cerdas.
Kedua, siapapun yang berbeda pendapat adalah musuh dan penentangnya. Bahkan yang menentangnya dianggap sebagai musuh Allah. Inilah orang yang ekstrim yang dungu dan berbahaya.
“Ketika saya masih keras, karena saya membatasi dalam membaca, hanya satu jalur saja. Setelah saya buka wawasan dan banyak piknik, ternyata ilmu itu luas, seperti lautan tak bertepi. Ketika kita belum menyelami ilmu, kita nggak menyalahkan, tetapi hanya beda pendapat saja.”
Ustadz Hadrami menyayangkan jika ada guru yang mensubhatkan atau tidak boleh membaca dari kitab yang lain. Itu agar otak kita akan dikuasainya, sehingga wawasan kita menjadi sempit. Ini harus diwaspadai.”
Menurut Ustadz Hadrami, ilmu ada tiga jengkal. Orang yang ilmunya baru satu jengkal dia menjadi sombong. Orang yang baru tobat bisa sombong, suka nyalah-nyalahin orang, semua ditantangnya berkelahi.
“Lalu jengkal yang kedua, adalah mulai tawadhu. Kemudian jengkal yang ketiga adalah menyadari bahwa dirinya tidak berilmu,” jelasnya. (ass)