COX BAZAR, (Panjimas.com) – UNICEF Jumat (23/02) lalu menyerukan tindakan mendesak terhadap hampir 720.000 anak-anak Muslim Rohingya di Bangladesh dan Myanmar yang dilaporkan rentan menjadi korban kekerasan dan wabah penyakit.
“Sekitar 720.000 anak-anak Rohingya pada dasarnya terjebak dikepung dengan kekerasan dan pemindahan paksa di dalam wilayah Myanmar ataupun terdampar di kamp-kamp pengungsian yang padat di Bangladesh karena mereka tidak dapat kembali ke rumah-rumahnya,” demikian menurut Manuel Fontaine, Direktur Program Darurat UNICEF dalam laporannya, dilansir dari Anadolu Ajensi.
Laporan UNICEF itu menyatakan bahwa lebih dari 534.000 anak-anak Rohingya tinggal di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh, sementara hampir 185.000 anak-anak Rohingya kini tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar, dan Mereka sedang mengalami tindakan kekerasan yang terus berlanjut.
Badan Dana Anak PBB tersebut mengatakan bahwa musim topan yang akan datang di Bangladesh akan mempengaruhi kondisi kamp-kamp pengungsi yang “rapuh dan tidak sehat”, sehingga dapat menyebabkan mudah tertularnya wabah penyakit melalui air saat klinik, pusat pembelajaran dan fasilitas lainnya ditutup.
Laporan UNICEF tersebut juga mendesak pemerintah Myanmar untuk mengakhiri kekerasan terhadap Muslim Rohingya, dengan menyatakan bahwa penduduk Rohingya wajib dipenuhi hak-hak dasarnya seperti kebebasan bergerak, akses terhadap perawatan kesehatan dan pendidikan, dan mata pencaharian.
Etnis Rohingya, digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya dan tertindas di dunia, Mereka telah menghadapi ketakutan tinggi akibat serangan pasukan Myanmar dan para ektrimis Buddha.
Sedikitnya 9.000 Rohingya dibantai di negara bagian Rakhine mulai 25 Agustus hingga 24 September, demikian menurut laporan Doctors Without Borders [MSF].
Dalam laporan yang diterbitkan pada 12 Desember lalu, organisasi kemanusiaan global itu mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Muslim Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Diantara para korban jiwa itu, termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.
Lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya , kebanyakan anak-anak dan perempuan, telah meninggalkan Myanmar sejak 25 Agustus 2017, ketika pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas minoritas Muslim, menurut Amnesty International (AI).
Para pengungsi Rohingya tersebut melarikan diri dari operasi militer brutal Myanmar yang telah melihat pasukan militer dan massa ektrimis Budhdha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, bahkan menjarah rumah-rumah dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.[IZ]