JAKARTA (Panjimas.com) – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat penyebar isu-isu yang diduga “provokatif” di media sosial. Mereka tergabung dalam grup WhatsApp “The Family MCA (Muslim Cyber Army)”.
Polisi menangkap anggota Muslim Cyber Army (MCA) di beberapa tempat terpisah, yakni Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizki Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang, Roni Sutrisno (40) di Palu, dan Tara Arsih Wijayani (40) di Yogyakarta.
Polisi menilai, konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan pencemaran nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu. Isu bohong yang disebarkan itu termasuk menyebarkan soal penganiayaan pemuka agama dan perusakan tempat ibadah yang ramai belakangan.
Tak hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus pada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Yaitu Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Juncto Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran dalam konferensi pers mengenai MCA di Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2) menjelaskan, penyebar isu-isu provokatif yang tergabung dalam grup WhatsApp The Family Muslim Cyber Army (MCA) memiliki jaringan yang luas.
Dalam grup MCA tersebut, ternyata masih ada beberapa grup lagi yang bisa dirunut dan memiliki spesifikasi. “Muslim Cyber Army terdiri dari beberapa grup yang dinamakan MCA United. Grup tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Isinya mencapai ratusan ribu member,” ujar Fadil kepada awak media, Rabu (28/2/2018). Grup itu, jelas Fadil, menampung konten berupa berita, video, serta foto yang akan disebarluaskan melalui media sosial MCA.
Grup selanjutnya adalah sebuah grup inti eksklusif. Grup ini memiliki syarat dimana anggotanya harus menguasai teknologi serta memiliki kesamaan visi dan misi dengan MCA. Untuk masuk ke dalamnya dilakukan seleksi dan dibaiat.
“Menurut pengakuan tersangka, mereka harus dibaiat untuk masuk ke grup inti,” imbuh Fadil.
Ada pula grup bernama Sniper MCA. Grup ini beranggotakan 177 orang, dimana tugas grup ini adalah mereport dan menyebarkan virus ke akun-akun yang dianggap sebagai lawan mereka.
Bareskrim Polri terus memburu sejumlah anggota The Family Muslim Cyber Army (MCA) yang ditengarai adalah para dalang di balik penyebaran isu-isu provokatif di media sosial.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan pihaknya juga tengah mengincar seorang wanita berinisial TM, salah satu konseptor di balik konten-konten yang dihasilkan MCA.
“Yang belum tertangkap ada yang inisial TM, dia wanita. Sebagai konseptor dan member grup Family MCA,” ujar Fadil di Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018). Tugas TM tak jauh dari mengatur dan merencanakan berita untuk diviralkan secara struktur.
Lebih lanjut, Fadil sendiri menduga TM telah mengganti nama akun media sosial untuk lari dari kejaran polisi. Namun, ia justru mengimbau agar yang bersangkutan menyerahkan diri. Karena menurutnya, polisi bisa dengan mudah menemukan dan menangkapnya. (ass)