Suriah (Panjimas.com) — Akhirnya, episode lanjutan pertumpahan darah kaum Muslimin kini kembali terdengar di telinga. Dalam kurung waktu beberapa hari dikabarkan sudah ribuan nyawa yang melayang sia-sia akibat serangan ribuan bom yang dijatuhkan oleh rezim Assad dibantu dengan sekutunya rezim Rusia tepat di Ghouta Timur, Damaskus.
Hal ini bisa kita ketahui sebagaimana yang disampaikan pemantau perang observatorium Suriah untuk hak azasi manusia yang berkedudukan di Inggris. bahwa di tengah-tengah salah satu pengeboman paling hebat dalam perang oleh pasukan pemerintah di kantung pejuang (dekat Damaskus), Sedikit-dikitnya 27 orang tewas dan lebih 200 lagi menderita luka-luka pada Rabu kemarin. Sekurang-kurangnya 299 orang tewas di distrik itu dalam tiga hari belakangan. (Republika.co.id, 22/2/2018).
Melihat aksi serangan bertubi-tubi yang terus dilakukan, PBB kini kembali menyerukan gencatan senjata di Ghouta Timur. Apabila serangan mematikan tetap diteruskan diperkirakan akan menambah daftar korban jiwa penduduk sipil. Hingga sampai saat ini bom-bom masih terdengar di telinga warga yang mengungsi di bawah reruntuhan bangunan. Gumpalan asap tebal seakan menjadi selimut di tidur malam mereka di sana.
Umat Islam kembali berduka. Krisis keadilan senantiasa melanda kaum Muslimin di berbagai negara. Baik yang menjadi minoritas maupun mayoritas sama saja, tak ada bedanya. Hilangnya perisai yang melindungi mereka selama berabad-abad menjadikan darah kaum Muslimin tak bernilai di mata dunia. Menyebabkan kondisi yang paling kritis, diskriminasi yang paling tragis.
Namun sampai kapankah kaum Muslimin menjadi korban pembantaian? PBB yang selama ini diharapkan dapat menyelesaikan konflik berdarah ini nampaknya telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Eksistensinya hanyalah sebagai simbol belaka. Seruannya bak angin segar namun tak mendatangkan kesejukan. Tak ada lagi yang dapat diandalkan.
Kisah Khalifah Al Mu’tashim Billah, khalifah kedelapan Bani Abassiyah, bisa jadi cermin kita. Kota Amurriyah yang dikuasai Romawi telah ditaklukkan. Awal kisah penakhlukan kota ini adalah karena adanya seorang wanita dari sebuah kota pesisir yang ditawan di sana. Setelah informasi itu terdengar oleh khalifah, ia pun segera menunggang kudanya dan membawa bala tentara untuk menyelamatkan wanita tersebut. Bahkan akhirnya mampu menaklukkan kota tempat wanita itu ditawan. Jihad ini menyebabkan 3000 tentara Romawi gugur dan 30.000 berhasil ditawan. Amurriyah pun dapat ditaklukkan.
Inilah sebuah institusi yang dapat melindungi hak dan nyawa setiap warga manapun tanpa tersekat-sekat oleh berbagai negara tanpa tebang pilih. Wahai kaum Muslimin, Penuhilah panggilan jiwa-jiwa merana di sebelah sana. Mereka menanti. Tidakkah hati ini teriris perih melihat penderitaan saudara kita? Tentu kita semua ikut bertanggungjawab atas jeritan-jeritan mereka yang terabaikan. (Suci Hardiana Idrus)