KHARTOUM, (Panjimas.com) – Kepresidenan Sudan Ahad malam (18/02) mengintruksikan pembebasan semua tahanan politik di negara tersebut, demikian pernyataan Asisten Presiden Sudan Abdul Rahman Alsadig Alamahdi.
Saat menyampaikan konferensi pers di Penjara Kober di ibukota Khartoum, Alamahdi mengatakan bahwa 80 tahanan politik dibebaskan hari ini dari penjara.
Ia menambahkan bahwa sisa tahanan akan dilepaskan saat prosedur mereka telah selesai.
“Seperti yang kami umumkan hari ini, dengan membebaskan semua tahanan politik, kami percaya bahwa ini adalah sebuah deklarasi era politik baru di negara kita, era kebebasan dan hak asasi manusia,” tegasnya.
Pihak oposisi mengklaim sebelumnya bahwa lebih dari 300 orang ditangkap dalam aksi demonstrasi bulan lalu karena melonjaknya harga komoditas setelah pemerintah menerapkan langkah-langkah penghematan dan penghapusan subsidi.
Awal Februrari lalu, Pemerintah Sudan baru-baru ini melakukan lagi devaluasi terhadap mata uang, dengan menaikkan nilai tukar dolar menjadi 30 pound Sudan ke greenback, demikian pernyataan Bank Sentral Sudan, Senin (05/02).
Melalui laman resminya, Bank Sentral Sudan menjelaskan bahwa tingkat suku bunga baru diterapkan pada biro forex dan bank-bank umum, dikutip dari AA.
Langkah tersebut merupakan yang kebijakan ke-2 yang sama tahun ini setelah bank melakukan devaluasi serupa bulan lalu, dengan menaikkan suku bunga dari 6,9 menjadi 18 pound ke dolar.
Pemerintah Sudan juga menerapkan sejumlah tindakan hukum – termasuk ganjaran hukuman penjara yang ketat – terhadap para pedagang mata uang di pasar gelap.
Sudan mengalami gelombang demonstrasi sporadis sejak awal tahun ini, yang dipicu oleh serangkaian langkah penghematan pemerintah termasuk pengurangan subsidi untuk gandum, obat-obatan dan listrik.
Pada hari Ahad (04/02), Presiden Sudan Omar al-Bashir berjanji untuk memberantas korupsi, dengan menyatakan bahwa “konspirator” – baik di dalam maupun di luar negeri – secara aktif bekerja untuk mengacaukan perekonomian nasional.
Meroketnya harga-harga komoditas di Sudan baru-baru ini menyebabkan curahan kemarahan publik, terutama setelah harga terigu dan gandum melonjak 200 persen pada awal tahun ini.
Pemerintah Sudan mengutuk keras gelombang aksi demonstrasi, dan pihaknya berjanji untuk menghukum mereka yang terbukti bersalah karena mengacaukan kepentingan publik atau ikut serta dalam “perkumpulan yang tidak sah”.[IZ]