JAKARTA, (Panjimas.com) – Belum tuntas penyelesaian kasus kematian Siyono, kembali muncul kasus “Siyono jilid kedua”. Kali ini melanda Muhammad Jefri (MJ). Ia mengalami seperti yang dialami Siyono, tertuduh teroris yang tewas setelah ditangkap Densus 88. Narasi publiknya juga hampir sama. Siyono mati dengan narasi akibat berkelahi dengan dua orang oknum Densus 88. Sedang MJ tewas dinarasikan akibat penyakit dalam.
“Semua mafhum bahwa terorisme adalah musuh kemanusiaan. Hanya penangannya harus tetap mengedepankan prinsip-prinsip HAM,” kata Manager Nasution dalam keterangan tertulisnya, Jum’at, (16/2/2018).
Mantan Komisioner Komnas HAM itu mengatakan ‘kepolisian tidak diberikan mandat oleh konstitusi dan UU untuk membunuh warga negara meskipun untuk menangani terorisme’. “Dalam sistem hukum Indonesia, terduga pelaku kejahatan sekalipun harus diberi ruang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum,” tegasnya.
Siyono lebih “beruntung”, lanjutnya, Komnas HAM saat itu masih “berani” menunaikan mandatnya. “Meskipun dalam pelaksanaan mandatnya Komnas HAM membangun kemitraan strategis dengan masyarakat sipil, dalam hal ini PP Muhammadiyah,” terangnya.
Akhirnya, dokter forensik Muhammadiyah memastikan secara _scientific_ bahwa kematian Siyono bukan akibat perkelahian. Ia mati karena kesakitan akibat beberapa tulang rusuknya patah karena benturan benda tumpul.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah itu menilai nasib MJ kelihatannya belum seberuntung Siyono. Keluarga MJ belum dapat sinyal bahwa Komnas HAM “berani” menunaikan mandatnya menginvestigasi kasus yang terindikasi kuat terjadi pelanggaran HAM itu.
Oleh karenanya, Manager Nasution meminta Presiden supaya memerintahkan Kapolri untuk menginvestigasi kasus tersebut.
Tidak hanya itu, pun mendesak Kepolisian agar menjelaskan secara terbuka ke publik, khususnya keluarga MJ, tentang penyebab kematian MJ yang sesungguhnya. “Sebab keluarga punya hak untuk mengetahui sebab kematian anggota keluarganya rihgts to know,” tuturnya.
Komnas HAM, kata Manager, sejatinya menunaikan mandatnya menginvestigasi kematian MJ yang terindikasi kuat sebagai pelanggaran HAM. Jika dibutuhkan Komnas HAM dapat membentuk tim adhoc dengan melibatkan masyarakat sipil.
“Negara (harus) hadir menjamin keamanan dan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan MJ. Terutama masa depan anaknya MJ. Kehadiran Negara diperlukan sehingga tidak ada dendam keluarga terhadap pemerintah, khususnya polisi/Densus 88,” tambahnya.
Selain itu, negara pun harus memastikan tidak ada lagi kasus-kasus yang sama, Siyono dan MJ jilid berikutnya, dimasa yang akan datang guarantees of nonrecurrance. [DP]