JAKARTA, (Panjimas.com) – Buntut dari peristiwa penyerangan seorang tokoh gereja di Yogyakarta hari Ahad kemarin menambah kebingungan banyak pihak soal isu skenario adu domba antar umat beragama di Indonesia. Banyak pihak yang menyampaikan komentarnya dan menyuarakannya ke publik.
Salah seorang yang ikut menyampaikan pendapatnya soal adanya isu adu domba umat beragama ini datang dari mantan Komisioner Komnas HAM RI, Manager Nasution yang pernyataan resminya secara tertulis diterima oleh Panjimas pada hari Senin, (12/2).
“Publik boleh geli, boleh terbahak, boleh marah, boleh menangis, boleh menduga. Boleh kelima-limanya sekaligus dalam satu tarikan nafas. Jaman _now_ sudah melampaui keadaban bangsa. Ada “OGGB” (orang gila gaya baru) masuk masjid menganiaya dan membunuh ulama. Ada ide ‘menggelikan’ dari orang waras bersyahwat besar masuk ke mimbar Jum’at. Sekarang ada penganiayaan terhadap Pastor di Yogyakarta. Ada ‘pengusiran’ terhadap Bikhu di Tangerang,” ujar Manager.
Peristiwa bernuansa intoleransi agama itu menurut Manager terjadi ketika belum layu bunga-bunga penghias acara Musyawarah Besar (Mubes) pemuka agama untuk kerukunan bangsa. Acara yang diprakarsai Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP).
Mubes itu berlangsung selama 3 hari di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta diikuti oleh sekitar 450-an pemuka agama (250 diantaranya dari kalangan muslim).
Mubes membicarakan tujuh topik mengenai pandangan dan sikap umat beragama tentang: (1) NKRI berdasar Pancasila; (2) Bhineka Tunggal Ika; (3) pemerintahan yang sah hasil pemilu demokratis berdasarkan Konstitusi; (4) prinsip-prinsip kerukunan antar umat beragama; (5) etika kerukunan intra agama; (6) penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah; (7) rekomendasi tentang faktor-faktor non agama yang mengganggu kerukunan antar umat beragama.
“Ada banyak dugaan publik terkait peristiwa-peristiwa bernuansa skenario adudomba antar umat beragama itu. Apakah ini kriminal murni atau _by disign?_ Apakah rangkaian peristiwa-peristiwa itu sebagai pengaluhan isu? Atau, apakah sedang berlangsung skenario paling sensitif, proyek adu domba intra dan antar umat beragama ?,” kata Manager setengah bertanya.
Ustadz diserang ‘OGGB [orang gila gaya baru]’. Ulama dikriminalisasikan. Pesantren disatroni. Kini tokoh Gereja diserang dan tokoh Budha pun diusir. Bukankah semua tahu bahwa ongkos sosialnya terlalu mahal jika terjadi konflik bernuansa Sara ?Pertanyaannya di mana negara?
Apapun alasannya, Negara harus hadir. Negara punya mandat menghentikan perilaku tak beradab itu. Negara punya mandat mengusut tuntas kasus-kasus itu siapa pun pelaku dan aktor intelektualnya, serta apa pun motifnya.
“Negara khususnya pemerintah harus hadir dan memastikan bahwa peristiwa-peristiwa yang jauh dari keadaban itu tidak terulang lagi di masa mendatang,” pungkasnya. [ES]