Jakarta (Panjimas.com) — Zakat adalah kewajiban uang harus dibayarkan oleh seorang Muslim yang memiliki kemampuan dan kelayakan. Apa maksud kemampuan dan kelayakan? Bila penghasilannya Sudah mencapai Nishab atau batas penghasilan pertahun.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam siaran persnya, Kamis (8/2/2018), bila tidak mencapai Nishab dia tidak wajib membayar zakat, justru Ketika negara memotong gaji PNS sembarangan tanpa “tebang pilih”, mana yang mencapai Nishab atau tidak, maka itu jelas perbuatan dzalim terhadap PNS.
“Kecuali negara memotong untuk sedekah misalnya, tapi sedekah tentu dengan kesukarelawanan tidak ada paksaan seperti zakat,” kata Dahnil yang juga Pendiri Madrasah Antikorupsi.
Dahnil mengingatkan Pemerintah agar hati-hati ketika membuat kebijakan pemotongan gaji PNS atas nama untuk pembayaran zakat tersebut. Jangan sampai PNS-PNS yang tidak wajib zakat pun di potong penghasilannya. Itu justru membuat negara berlaku dzalim kepada karyawannya sendiri. “Jadi, saran saya mekanismenya harus jelas dan Hati-hati.”
Berapa Batas Nisab? Dahni menjelaskan, bisa per tahun, bisa perbulan. Tapi banyak Ulama yg menyarankan agar dibayarkan setelah penghasilan diterima. Artinya, sebaiknya perbulan. Nah, terkait gaji PNS ini, kategorinya adalah zakat profesi. Nisab Gaji yang diterima biasanya sepadan dengan nilai makanan pokok yang kita konsumsi, atau seringkali Nisab zakat profesi disamakan dengan zakat pertanian, sekitar 520 Kg beras.
“Jadi klo misalnya beras yang biasa kita konsumsi harganya 8200 atau 10.000 tergantung harga beras mana yang sering dikonsumi oleh Muzaki (orang yang membayar pajak). Jadi, 520 x 8200 = 4.264.000,- bila, 520 x 10.000 = 5.200.000. Jadi bila penghasilannya dibawah 4.264.000 maka dia tidak wajib zakat.” (ass)