Jakarta (Panjimas.com) – Pandangan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap zina dan LGBT adalah perilaku yang memiliki sifat tercela. Itulah yang menjadi bahasan Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia dengan tema “Zina dan LGBT dalam Tinjauan Konstitusi” di Gedung Gedung Nusantara V Gedung DPR, Febuari 2018.
Masyarakat meyakini bahwa zina adalah persetubuhan, baik yang dilakukan oleh pihak yang terikat perkawinan (adultery) maupun persetubuhan yang dilakukan oleh pihak yang tidak terikat perkawinan (fornication). Masyarakat juga menilai bahwa cabul sesama jenis adalah perbuatan tercela, baik yang dilakukan pada anak-anak ataupun orang dewasa.
Namun demikian semua nilai yang berangkat dari keyakinan keagamaan dan living law di masyarakat ternyata belum sejalan dengan produk perundangan yang ada. Hal inilah yang kemudian mendorong AILA Indonesia melakukan uji materi pasal-pasal kesusilaan dalam KUHP di MK sebagai upaya untuk perluasan norma agar produk perundangan yang tidak sesuai dapat sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, norma agama dan norma hukum yang hidup di masyarakat.
Disamping itu adanya fakta dan data yang mengkhawatirkan akibat perilaku zina dan LGBT yang juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Tingkat aborsi akibat KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan) diperkirakan mencapai 2.3 juta per tahun dimana 30% nya dilakukan oleh Remaja.
Sementara itu jumlah lelaki seks dengan lelaki (LSL) terus mengalami peningkatan dan diprediksi hingga tahun 2024 dan seterusnya akan menjadi penyebab utama meningkatnya kenaikan penderita HIV (Estimasi dan Proyeksi AIDS disusun oleh Departemen Kesehatan berdasarkan data AIDS tahun 2011-2016).
Uji materi telah selesai dengan hasil memberikan amanah secara konstitusi berdasarkan amar putusan dengan no 46/PUU-XVI/2016 kepada DPR untuk menerima gagasan-gagasan yang diajukan dalam Uji Materi. Maka perjuangan AILA yang semula dilakukan di Medan Merdeka Barat, kini beralih ke Senayan.
Hari-hari ini dan selanjutnya adalah hari-hari melakukan pengawalan dalam setiap perubahan dan dinamika terkait dengan pembahasan RUU KUHP di Komisi III DPR. Untuk itulah AILA melakukan berbagai pertemuan dengan berbagai tokoh-tokoh, komisi dan fraksi yang ada di DPR. RDPU dengan Komisi III DPR juga telah dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2018.
Dalam pertemuan tersebut, beberapa anggota Panja RUU KUHP memberikan janjinya bahwa pembahasan RUU KUHP telah berusaha memenuhi unsur keadilan masyarakat, sehingga layak hasil dari RUU KUHP ini dinilai sebagai karya agung perundangan yang sesuai dengan jati diri bangsa.
“Pernyataan ini tentunya akan kita sama-sama uji dan tunggu hasilnya dengan terus mengawal proses-proses yang sedang berlangsung dengan berbagai dinamikanya.”
Masyarakat perlu pembuktian yang lebih nyata, bentuk zina dan LGBT yang seperti apa yang ditolak oleh partai-partai dan anggota panja RUU KUHP. Apakah Zina dan LGBT juga tertolak jika dilakukan di tempat tertutup dan dilakukan suka sama suka? Ini masih perlu di elaborasi lebih jauh dari berbagai pernyataan para petinggi Partai yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat. (ass)