JAKARTA, (Panjimas.com) – Peraturan pemerintah mengenai jaminan produk halal (JPH) belum juga diterbitkan. Hingga saat ini, rancangan PP selaku turunan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 itu, masih menunggu finalisasi yang tuntas.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Prof Sukoso berharap, aturan tersebut dapat segera terwujud selambat-lambatnya pada Februari 2018. Dengan PP ini, badan tersebut dapat mulai melakukan tugas-tugasnya, antara lain, sertifikasi halal.
Seperti diketahui, batas pelaksanaan mendatori produk halal hanya sampai 17 Oktober 2019 atau sekitar satu tahun dari sekarang. “Kami ini kan pelaksana, yang tentunya diburu waktu. Kami tidak bisa bekerja kalau PP ini belum ditandatangani Presiden. Nah, dari situ kalau ditanya (kapan rancangan PP JPH selesai), ya ingin pertengahan Februari ini selesai,” kata Sukoso saat, Senin (5/2). Demikian dilansir republika.
Saat ini, draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) JPH masih berada di Kementerian Sekretariat Negara. Guru besar Universitas Brawijaya itu mengeluhkan adanya beberapa kementerian yang masih mengirimkan surat ke Setneg sehingga RPP JPH belum ditandatangani Presiden.
Padahal, lanjut dia, sebelum draf RPP itu sampai ke Setneg, semua pihak terkait sudah duduk bersama untuk membahas serta mencermati isi dokumen ini. “Saat sudah masuk pada harmonisasi final untuk dikirim ke Presiden, dipelajari Kementerian Sekretariat Negara, kok mereka pada menulis surat? Di sini kita kadang bingung” ungkap Sukoso. Namun, dia enggan memerinci kementerian mana saja yang dimaksud.
Sukoso mengakui, kementerian yang berkirim surat itu kurang efisien dalam mengirimkan utusan-utusan untuk mengikuti serangkaian rapat harmonisasi draf RPP JPH. Seringkali, kementerian-kementerian ini mengutus orang yang berbeda dengan membawa usulan yang berbeda pula saat rapat-rapat berlangsung.
Usulan yang dia bikin sendiri, dimentahkannya lagi oleh (utusan) yang lainnya. Ini dalam satu kementerian. Lalu, setelah finalisasi, masih menulis surat (ke Setneg). “Itu yang saya tidak memahami etika birokrasinya. Lantas kami harus berbuat apa,” kata Sukoso. [RN]