SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Beredarnya video Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuai kontroversi terkait ucapannya tentang Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Dalam video tersebut, Tito meminta jajarannya untuk membangun hubungan hanya dengan NU dan Muhammadiyah saja. Sedang ormas lain, kata Tito bukan pendiri negara, malah bisa merontokkan negara.
Menanggapi video viral di jagat maya tersebut, ahli sejarah, Ustadz Haikal Hasan, setelah melihat video penuhnya menegaskan bahwa Kapolri tidak bermaksud mengadu domba.
“Beliau mengatakan demikian mungkin bersifat internal untuk membangkitkan semangat dan menambah keeratan. Apalagi ada stetemen beliau untuk meminta maaf,” katanya usai mengisi kajian di Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (3/2/2018).
Lebih lanjut, dia menyarankan kepada umat Islam untuk memaafkan orang nomor satu di jajaran kepolisian tersebut.
“Kalau orang minta maaf, nggak ada lain, nggak boleh, tidak ada maaf bagimu, nggak mungkin. Umat Islam kepada yang bukan Islam saja ketika Fathu makkah, Allah perintahkan Nabi Muhammad, beri maaf, tetaplah dalam kebaikan, berpalinglah dalam jahil, berpaling dari musyrik, berpaling dari kafir. Tetapi tetap memberikan maaf, apalagi dengan dengan pemimpin, simbol negara,” ujar wasekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) pusat.
Adanya seruan pencopotan Tito Karnavian sebagai Kapolri, menurut Ustadz Haikal justru perlu adanya tabayyun dari yang bersangkutan. Jika ada dialog, kata dia umat Islam baru mengambil sikap.
“Kita bukan bagian orang yang berhak mencopot atau tidak, yang kita inginkan diundang dialog, apa maksudnya gitu lho. Kalau kita minta main copot sebelum ada tabayyun, itu bukan cara-cara Islam. Tabayyun maksudnya seperti apa,” tandasnya. [SY]