JAKARTA, (Panjimas.com) – Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) menolak rencana Pemerintah yang akan mengijinkan perguruan tinggi asing membuka cabang di tanah air. Hal itu diyakini sebagai upaya “pembunuhan”perguruan tinggi yang sudah ada di dalam negeri.
“Perguruan tinggi di dalam negeri saja masih banyak dihadapkan pada persoalan yang begitu kompleks. Jika asing masuk, maka itu akan menggerus perguruan tinggi, khususnya swasta,” kata Sekjen APPERTI, Dr. Taufan Maulamin, dalam rilisnya yang diterima Panjimas Jumat, (2/2/2018).
Ditambahkannya, UI, ITB dan UGM yang menjadi perguruan tinggi terfavorit di Indonesia, ternyata hanya berada di rangking ratusan perguruan tinggi level dunia. Dari kondisi ini, menurut Taufan, tidak elok bagi Pemerintah membuka keran asing untuk masuk ke dalam negeri.
“Kita menolak dengan berbagai pertimbangan demi kemaslahatan perguruan tinggi dalam negeri,” jelasnya.
Taufan mengungkapkan APPERTI siap menjadi mitra Pemerintah demi kebaikan berlangsungnya sistem pendidikan di perguruan tinggi tanah air. Oleh sebab itu, dia berharap semua persoalan strategis harus melibatkan banyak elemen pendidikan.
“Pemerintah tidak boleh egois dan menang sendiri. Harus mendengarkan suara dari banyak pihak,”katanya.
Bagaimana jika PT asing tetap masuk ke Indonesia sebagai konsekuensi diberlakukannya pasar bebas? Menurut Taufan, jika memang demikian, maka Pemerintah harus memberlakukan persyaratan yang sama seperti hal nya Pendirian Prodi baru yang diperbolehkan hanya rumpun ilmu STEM ( Sains, Teknik, Eksakta & Matematika).
Menurutnya, PT asing pun harus memenuhi syarat yang sama, yakni badan penyelenggara non profit, rasio dosen, enam dosen memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN), luas lahan dan syarat lain yang lebih ketat.
“Asing yang ingin membuka perguruan tinggi di negara kita, harus sejalan dengan ideologi bangsa. Harus tunduk pada Pancasila dan UUD 1945,” tukasnya.
Menurutnya, PT asing pun tidak boleh membawa kepentingan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. [RN]