JAKARTA, (Panjimas.com) – Dewan Pertimbangan MUI gelar Rapat Pleno Ke-24 dengan mengusung tema “Pandangan Dewan Pertimbangan MUI terhadap Masalah-Masalah Strategis Kebangsaan/Keumatan” di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/1/2018).
Anggota Dewan Pertimbangan MUI Sabriati Aziz menjelaskan bahwa Rapat Pleno Ke-24 tersebut membahas RUU KUHP dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Wantim bahas soal LGBT, orientasi dan perilaku yang tidak sesuai dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia,” katanya dalam konferensi pers di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/1/2018).
Menurutnya, Indonesia dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa serta semua agama di Indonesia tentu tidak setuju dengan perbuatan tersebut.
Namun, Dewan Pertimbangan MUI terpaksa harus meminta kepastian hukum soal permasalahan perilaku dan orientasi yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia itu. “Supaya bangsa Indonesia ada perlindungan hukumnya terkait dengan LGBT tersebut,” terangnya.
Kalau tidak ada sandaran hukum yang jelas masalah LGBT, lanjutnya, bisa menjadi bias dan luas. “Karena terkadang ada suatu upaya-upaya untuk mempropagandakan atau melegalkan,” tambahnya.
Pendiri AILA itu menyebut di Indonesia banyak organisasi yang mendukung LGBT.
Menyinggung soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, salah satu pemohon judicial review pasal kesusilaan itu berharap agar permohonan tersebut ditolak.
“Karena masalah yang dibahas itu banyak yang tidak sesuai dengan norma-norma. Misalnya terkait kekerasan seksual dalam kehidupan berkeluarga yang memang orientasinya pada gender. Kita berharap di sana adanya tanggung jawab dalam keluarga tersebut.” terangnya. [DP]