Bogor (Panjimas.com) – Mencermati perkembangan dinamika keagamaan, pendidikan, politik dan kemasyarakatan pada umumnya, Dewan Pimpinan Pusat Al Ittihadiyah, setelah melakukan pengkajian dan pembahasan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang berlangsung di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat pada 26-27 Januari 2018, menyampaikan beberapa pernyataan sikap dan rekomendasi.
Rekomendasi tersebut ditetapkan di Bogor, 27 Januari 2017, dengan Tim Perumus, terdiri dari: Ismatul Hakim (Ketua), Nuruzzaman (Anggota), Muhammad Basalamah (Anggota), Abbas Thaha (Anggota), Hartini Salama (Anggota), R Muhammad Mulyadin (Anggota), dan Moh Ahbab Hasbi Ashidiqi (Anggota).
Rekomendasi pertama, peran Agama harus lebih dikedepankan dalam Sistem Pendidikan Nasional. Rekomendasi kedua, penolakan terhadap Pengajuan Revisi RUU Penodaan dan Penistaan Agama (PNPS). Rekomendasi ketiga, menolak Aliran Kepercayaan Disejajarkan dengan Agama dan masuk ke dalam kolom identitas dalam KTP.
Selanjutnya, rekomendasi keempat, fenomena LGBT harus ditolak karena merupakan penyimpangan kemanusiaan dan bertentangan dengan ajaran Agama Islam yang hak. Rekomendasi kelima, perlu adanya perbaikan Dalam Proses Rekrutmen dan Kaderisasi Kepemimpinan Nasional.
Rekomendasi keenam, perlu segera dilaksanakan Reforma Agraria yaitu kembali kepada UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 dan Tap MPR No. 9 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaaan Pembaruan Agraria Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Rekomendasi ketujuh, perlu dilakukan Penguatan Peran Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi dan Penataan Dunia Riset Sebagai Pemandu Dalam Pembuatan Kebijakan Pembangunan Nasional.
Terkait peran Agama harus lebih dikedepankan dalam Sistem Pendidikan Nasional, Al Ittihadiyah memandang, Pemerintah perlu melakukan kebijakan afirmatif dengan segera membuat UU tentang Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan sebagaimana termuat dalam Ketetapan DPR RI Nomor 7/DPR-RI/II/2016 -2017 tentang Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017 nomor urut 43.
Regulasi tersebut perlu mengatur peningkatan mutu pesantren dan lembaga pendidikan agama agar dapat berperan lebih aktif dalam menangkal ekstremisme dan radikalisme.
Al Ittihadiyah memandang, perlunya dilakukan revisi dan revitalisasi UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memungkinkan upaya peningkatan mutu guru tidak dihambat oleh UU Otonomi Daerah.
Kemudian, Pemerintah perlu menindaklanjuti Perpres No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kebijakan operasional dan anggaran di sekolah dan madrasah tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta.
Pemerintah juga perlu memperkuat materi pendidikan keahlian/kejuruan (vocational) pada setiap jenjang pendidikan mulai dari SD/Ibtidaiyah, SMP/tsanawiah, SMA/Aliyah dan Universitas/Akademi/Politeknik, sehingga setiap lulusannya memiliki potensi keahlian dan bakat pada setiap anak siswa/mahasiswa. Harapannya mereka menjadi tenaga siap pakai (tidak lagi sekedar siap tahu) di bidangnya sesuai dengan daya inovasi dan daya kreasinya untuk bisa membangun usaha dan menciptakan lapangan kerja. (ass)