Jakarta (Panjimas.com) –Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI), Mohammad Nuh disela-sela Rapat Kerja BWI di Gedung Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (24/1/2018) menerangkan, untuk mengubah mindset masyarakat tentang wakaf adalah dengan membentuk wakaf society. Itulah yang kita cita-citakan.
Caranya bagaimana? Caranya melalui semacam adanya demam wakaf. Seperti diketahui, sekolah hanya mengajarakan pelajaran agama. Tapi hampir tidak ada kurikulum yang silabusnya menjelaskan tentang wakaf. “Yang dijelaskan hanya zakat, haji, tapi wakaf tidak dijelaskan. Melalui kurikulum tentang wakaf diharapkan kesadaran publik akan muncul.”
Materi keagamaan saja tidak cukup. Praktek anak-anak di sekolah juga perlu. Misalnya setiap Jumat ajak anak-anak wakaf Rp 1000. Terus dikelola jadi apa.
“Mau dijadikan kantin di sekolah dibiayai dari wakaf anak-anak. Sehingga kalau beli makanan di kantin itu, sama dengan menghidupkan perputaran perwakafan. Jadi, harus diubah mindsetnya, karena kita ingin membentuk masyarakat wakaf atau wakaf society.”
BWI nanti juga akan bekerjasama dengan Kemenag dan Kemendikbud untuk memasukkan materi wakaf ini dalam kurikukum. “Tidak hanya Kemenag dan Kemendikbud. Dengan sampean juga kerjasama, dengan BI juga, kiai juga, di pondok pun juga. Karena di Pondok pun wakaf juga pelajaran tentang wakaf masih kecil.
Program BWI
M Nuh mengatakan, Program BWI kedepan, akan memperluas cakupan wakif. Termasuk benda-benda wakafnya diragamkan. “Dulu cenderung sebatas makam. Walaupun itu penting juga. Bisa dibayangkan, jenengan meninggal tidak ada makamnya. Kita dengungkan paling tidak, setiap kita punya makam sendiri, lewat apa? Ya lewat wakaf.”
“Tidak hanya tanah tapi juga uang. Bahkan bisa hape, kalau bayar sekian (beli pulsa) biasanya dapat poin. Daripada tidak dipakai atau hangus. Kita bisa juga wakaf poin, taruhlah ada 1000 poin yang diwakafkan, kita kumpulkan lalu dikonversikan ke providernya. Misal satu juta poin ekuivalen dengan berapa rupiah. Jadi benda wakaf.”
Yang biasanya kita tidak pernah mikirin poin itu, bahkan hilang gitu aja. Nah karena itu pengelolanya atau nadzirnya harus kreatif. Kemudian, nadzir juga harus amanah. “Kalau yang ngelola itu bagus, produktif, maka baru disalurkan dan disalurkannya pun harus tepat. Tidak hanya tepat tapi juga harus memiliki efek ganda, multiplayer efect.” (ass)