Jakarta (Panjimas.com) – Secara khusus Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat membuka Rapat Kerja Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Jakarta, Rabu (24/1/2018) meminta perhatian segenap jajaran BWI terhadap penanganan isu-isu aktual perwakafan, khususnya yang bersentuhan langsung dengan peran BWI di tingkat pusat.
“BWI perlu memberi perhatian terhadap kinerja Perwakilan BWI di daerah-daerah yang belum semua menjalankan mampu fungsinya sebagaimana mestinya disebabkan berbagai kendala dan keterbatasan, termasuk kendala biaya operasional dan sumber daya organisasi yang masih menjadi isu krusial di sejumlah provinsi,” harap Menag.
Menteri Agraria dan Tata Ruang beberapa waktu lalu mensinyalir umat Islam kurang aktif mensertifikasi tanah wakaf, padahal mekanisme sertifikasi tanah keagamaan sebenarnya tidak sulit. Aset wakaf amat besar yaitu sekitar 4,5 juta meter persegi tanah wakaf harus diselamatkan dari potensi sengketa melalui sertifikasi.
“Sinyalemen Menteri Agraria dan Tata Ruang itu perlu menjadi bahan tindak-lanjut kita bersama. Sinergi lintas sektoral harus dibangun dan diperkuat untuk kemajuan wakaf sebagi potensi kebangkitan ekonomi umat,” ujarnya.
Tantangan lain, di sektor perwakafan ialah belum meratanya pemahaman wakaf masyarakat terhadap ketentuan Undang-Undang No 41 tahun 2004, khususnya tentang wakaf dan jenis-jenis wakaf, belum optimalnya pengelolaan aset tanah wakaf secara produktif, masih banyaknya nazhir yang belum profesional, belum tersedianya data base wakaf, serta belum optimalnya jejaring pemberdayaan dan pengembangan wakaf uang.
Dikatakan Menag, wakaf bagi kebanyakan umat Islam di Tanah Air identik dengan harta tidak bergerak, seperti wakaf tanah atau bangunan. Baru belakangan ini masyarakat dikenalkan dengan wakaf dalam bentuk harta bergerak, kebanyakan orang menyebut dengan Wakaf Uang.
“Saya berharap, terobosan pengelolaan wakaf produktif dan wakaf uang juga perlu menjadi perhatian kita bersama. Pengelolaan wakaf oleh nazhir yang kurang memiliki kapasitas dapat mengakibatkan pengelolaan aset wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar, atau bahkan harta wakaf dapat hilang tak tentu rimba.”
Dalam kaitan inilah BWI harus memprogramkan capacity building untuk para nazhir serta memfasilitasi perluasan jejaring kemitraan nazhir dengan para pihak terkait. Pengembangan wakaf produktif dan wakaf uang sangat membutuhkan kemitraan dengan pihak ketiga. Kemitraan yang dimaksud tentu harus dibangun di atas landasan kesetaraan dan saling menguntungkan.
Kunci keberhasilan pemberdayaan wakaf menurut hemat Menag ialah: Pertama, sikap amanah dan profesional nazhir selaku pengelola wakaf. Kedua, kreativitas dan inovasi nazhir dalam memproduktifkan aset wakaf untuk kebermanfaatan dan kemaslahatan umat.
Ketiga, kerjasama multistakeholder dalam pemberdayaan wakaf. BWI saya kira perlu mendorong peran aktif LKSPWU (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang) untuk melakukan sosialisasi wakaf uang sama seperti sosialisasi produk perbankan.
Keempat, dukungan dan keberpihakan pemerintah dalam mengeluarkan legislasi, regulasi, kebijakan dan anggaran.
“Saya berharap Raker BWI kali ini menghasilkan program kerja umum dan program kerja tiap divisi yang akan dilaksanakan. Selain itu kita semua BWI harus mampu mengkoordinasikan dan mensinergikan pelaksanaan tugas dalam setiap bagian organisasi,” harap Menag. (ass)