Jakarta (Panjimas.com) – Direktur Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah yang juga Anggota Tim Koalisi Advokat untuk Keadilan Novel, Gufroni, SH.,MH dalam siaran pers yang diterima Panjima, Rabu (24/1/2018), menyampaikan beberapa hal terkait pemenuhan pemanggilan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak oleh penyidik Polda Metro Jaya, Senin (22/1/2018) lalu.
Dahnil dimintai keterangannya sebagai saksi dalam kaitannya dengan statemen pada program metro realitas dengan tema
“Benang Kusut Kasus Novel” di ruang Direskrim Kamneg Polda Metro Jaya.
Adapun pemeriksaan terhadap Dahnil berlangsung maraton mulai pukul 14.00 hingga pukul 22.30 atau selama 8,5 jam lebih dengan jumlah penyidik 9 orang di salah satu ruangan khusus yang biasa dipakai untuk gelar perkara.
Saat pemeriksaan, Dahnil Anzar didampingi 6 orang penasehat hukum atau para advokat, diantaranya Dr Trisno selaku Ketua Tim, Gufroni, Yunita, Isnur, Gifar dan Cakra. Sementara puluhan advokat lainnya tidak diperkenankan untuk mendampingi langsung, hanya diminta menunggu di ruang tunggu bersama para pengurus Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dan sejumlah anggota KOKAM.
Sama seperti pada setiap proses pemeriksaan atau BAP, biasa didahului dengan meminta diperlihatkan surat kuasa khusus dan identitas para penasehat hukum. Lalu dilanjutkan dengan meminta keterangan terhadap Saksi Dahnil Anzar dimulai dari identitas, pekerjaan, alamat tinggal hingga pertanyaan yang bersifat substansi yakni meminta klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut tentang statemen pada program metro realitas tersebut.
Inti dari pemeriksaan, para penyidik berusaha menggali informasi dan maksud terkait dengan statemen Ketum Dahnil dalam program metro realitas misalnya mengapa pesimis dengan polisi dalam mengungkap kasus Novel padahal mampu dan apa yang dimaksud dengan hambatan non teknis itu.
Penyidik berusaha mengejar dengan pertanyaan berulang-ulang adakah informasi penting yang didapat dari Novel karena Dahnil dianggap sangat dekat hubungannya dengan Novel, dan dianggap banyak tahu tentang kasus itu. “Bahkan pertanyaan agak “menekan” siapa gerangan pelaku penyerangan terhadap Novel dengan meminta Dahnil untuk menyebut nama sekiranya memang tahu,” kata Gufroni.
“Kami sebagai penasehat hukum yang mendampingi langsung Dahnil Anzar melihat dan menyaksikan sendiri betapa para penyidik ini berusaha keras agar Dahnil membuka semua informasi yang di dapat, terutama dari Novel Baswedan.”
Bahkan harus diulang-ulang tayangan dimana Dahnil sedang diwawancarai pihak metro tv.
“Kami hanya bisa diam dan memang tidak boleh memberi jawaban atau keterangan. Hanya saksi yang boleh bicara dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.”
Akhirnya tim kuasa hukum yang di dalam ruang pemeriksaan mempunyai pendapat bahwa proses pemeriksaan kemarin berlangsung dengan suasana yang agak menegangkan meski kadang disertai candaan atau guyon. Tapi Dahnil selama pemeriksaan menghadapinya dengan tenang, tidak mudah begitu saja dibolak-balik, jawabannya tetap konsisten dan selalu dengan senyum khasnya bahkan diujung pemeriksaan.
Dahnil bahkan memberi kritik kepada penyidik dan meminta Polri untuk mendorong Presiden membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam mengungkap siapa pelaku kekerasan terhadap Novel.
“Ada yang menarik, di sela-sela pencetakan BAP, beberapa penyidik justru mengatakan kepada Dahnil menceritakan betapa kasus Novel ini menyita energi dan pikiran, bahkan keluarga sering ditinggalkan demi mengungkap siapa pelaku kekerasan terhadap Novel. Bahkan mereka mengaku guna mendapat data dan fakta, beberapa kali ikut sholat Subuh berjamaah di musholla dekat rumah Novel.”
Adapun terkait pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya baru-baru ini yang mengatakan bahwa Dahnil saat diperiksa penyidik hanya berasumsi belaka dan tidak punya data dengan demikian seolah-olah menjadi pembenaran bahwa tidak didapat informasi penting dan karenanya pengungkapan kasus Novel menjadi makin tak jelas atau bahkan suram.
“Pada akhirnya kasus ini tak akan pernah terungkap oleh polisi. Juga ingin memperlihatkan kepada Dahnil Anzar dan juga para aktivis untuk hati-hati dalam mengeluarkan statemen terkait kasus Novel karena sewaktu-waktu akan dipanggil penyidik. Ini sama saja upaya serius untuk membungkam mereka yang bersuara meneriakkan agar kasus Novel cepat tuntas dengan membentuk TGPF.”
Gufroni mengatakan, ada pihak tertentu di kepolisian yang merasa tidak nyaman dengan kritik yang terus disampaikan terhadap proses penegakan hukum kasus Novel. Penyidik bukannya mengarah ke titik terang, tapi memilih jalan berputar berputar, dengan justru mencari informasi dari orang terdekat Novel.
“Dari pemeriksaan penyidik, seolah-olah ingin mendapatkan informasi karena penyidik ingin memastikan blind spot yang ada dapat dijelaskan dari orang-orang terdekat Novel.”
Penyidik seperti berharap ada informasi baru, tapi lucunya saat ditanya terkait pernyataan mantan kapolda M Iriawan yang pernah mengingatkan Novel. Sikap penyidik langsung over protektif, dan menyampaikan pandangan apa yang dipikirkan masyarakat sudah terpikirkan oleh penyidik, tapi apa yang terpikirkan oleh penyidik belum pasti terpikirkan.
“Jadi penyidik sebenarnya telah punya berbagai pandangan mengarah pada pelaku. Namun tetap tidak berani melangkah. Jadi statetmen Dahnil bahwa polisi tidak mau, karena kendala non teknis mendapatkan konfirmasi dari pandangan penyidik tersebut.”
“Maka sangat wajar dan mendesak kiranya polisi mendorong terbentuknya TGPF menjadi suatu keharusan. Demikian pandangan hukum ini kami sampaikan agar kiranya peristiwa pemanggilan terhadap Dahnil Anzar menjadi momentum agar kasus kekerasan terhadap Novel agar segera terungkap caranya melalui TGPF ini.” Demikian siaran pers. (ass)