JAKARTA, (Panjimas.com) – Rancangan Perubahan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan Nasional (Raperpres JKN) perubahan kelima di ambang penyelesaian. Namun, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat bahwa isu tentang perlindungan anak dalam aturan Jaminan Kesehatan Nasional masih belum terakomodir dengan baik.
Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty menegaskan terkait permasalahan tersebut pihaknya sudah kirim surat kepada Kementerian Kesehatan PMK dan Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Menurutnya, isu perlindungan anak sangat penting untuk dimasukkan dalam pembahasan Raperpres JKN. Sebab, akibat dari tidak masuknya UU Perlindungan Anak dalam Perpres JKN, banyak anak yang tidak mendapatkan perhatian khusus dalam JKN sehingga tidak sedikit yang menjadi korban. “Padahal, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial,” tuturnya di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/1/2018).
Berdasarkan prediksi Kemenkes jumlah kelahiran pertahun adalah 4,8 juta jiwa, tetapi data BPJS Watch menyebutkan hanya sekitar satu juta jiwa yang tertangani oleh jaminan kesehatan.
“Sisa 3,8 juta kelahiran ini masih di luar sistem, baik itu karena kemampuan diri atau yang malah tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan sehingga bermunculan kasus seperti mendiang ananda Debora,” terangnya.
KPAI juga menyoroti soal penyakit katastropik yang diderita oleh anak, seperti Thalasemia, kanker dan penyakit kelainan khusus lainnya yang dianggap memberatkan pembiayaan JKN sehingga muncul isu dan wacana untuk co-sharing biaya. “Ini sudah melanggar UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) serta mencederai konvensi hak anak terutama butir 1, 2, dan 3,” tegasnya.
Selain itu, Sitti menilai penundaan pelaksanaan capaian kepesertaan semesta (Universal Health Coverage) semakin memperpanjang penderitaan rakyat dan melanggar UU SJSN maupun UU BPJS. “Tanpa UHC maka JKN tidak melayani seluruh masyarakat Indonesia sehingga fasilitas kesehatan bisa menolak layanan kesehatan darurat bagi masyarakat membutuhkan,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Hikma memandang bahwa rencana kebijakan closed payment pada perusahaan pun sangat merugikan peserta lain dan keluarganya terkhusus anak-anak pekerja.
“Sistem pembayaran tertutup itu akan membuat karyawan dan keluarga mengalami ketidakpastian jaminan kesehatan saat perusahaan telat membayar premi JKN.” pungkasnya.
Oleh karenanya, Komisioner KPAI tersebut meminta agar pemerintah menghentikan pembahasan Raperpres JKN hingga yang disebut dengan anak beserta pertimbangan dan solusinya bisa terakomodir. [DP]