JAKARTA, (Panjimas.com) – Pernyataan mengejutkan disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan yang menyatakan delapan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui minuman beralkohol atau minuman keras dijual di warung-warung dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (LMB). Tidak hanya itu, perluasan makna zina termasuk kepada hubungan intim sesama jenis juga terancam tidak diakomodir dalam pemidanaan di R KUHP.
Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Fahira Idris mengungkapkan, sebenarnya informasi soal kedua isu ini tidak terlalu mengejutkan. Menurut Fahira, RUU LMB yang sudah dibahas bertahun-tahun oleh Pansus ditargetkan disahkan pada Juni 2016. Namun, hingga detik ini tidak jelas perkembangannya. Senada dengan desakan perluasan pidana zina diberlakukan merata tidak hanya bagi mereka yang sudah terikat perkawinan, tetapi juga untuk mereka yang belum terikat perkawinan serta bagi mereka yang melakukan hubungan intim sesama jenis, masih mendapat tantangan dari beberapa fraksi.
“Jika benar nanti undang-undang membolehkan miras dijual di warung-warung dan hubungan intim sesama jenis tidak dipidana yang bisa kita lakukan selain melawan secara konstitusional adalah ‘menghukum’ mereka yang mendukung. Jangan pilih parpol yang dalam pembahasan kedua RUU ini pro miras dan menolak perluasan pidana zina dalam R KUHP, termasuk caleg-calegnya dan calon presidennya pada Pemilu 2019,” tegas Fahira Idris yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras, di Jakarta Ahad, (21/1).
Bagi Fahira, pengesahan RUU LMB yang molor bertahun-tahun, sudah membuktikan bahwa banyak fraksi yang tidak sepakat miras menjadi barang terlarang. Begitu juga perluasan pemidanaan zina yang hingga detik ini masih ada fraksi yang menginginkan hanya untuk mereka yang sudah terikat perkawinan atau sama dengan yang diatur dalam KUHP yang ada saat ini.
“Jika ada anggota atau fraksi DPR yang setuju miras dijual di minimarket atau warung-warung mungkin perlu dicek kesehatan jiwa dan pikirannya. Selain itu, menganggap perzinahan sesama jenis dan mereka yang belum terikat perkawinan tidak bisa dipidana, sama saja Anda melegalkan hubungan intim sesama jenis, kumpul kebo dan seks bebas. Ini sama saja mengajak ‘perang’ umat,” tukas Senator Jakarta ini.
Fahira mengharapkan semua elemen bergerak mengawasi pembahasan RUU LMB dan R KUHP dengan memusatkan perhatiannya tidak hanya kepada DPR, tetapi juga kepada Pemerintah. Masyarakat harus terus bersuara untuk mengingat DPR dan Pemerintah untuk tidak main-main dalam membahas kedua RUU ini.
“Saya mau ingatkan DPR dan Pemerintah untuk bijak dalam membahas kedua RUU ini, terlebih ini menjelang Pemilu 2019. Jangan membuat kegaduhan baru dengan memutuskan pasal-pasal yang kontraproduktif di kedua RUU ini,” pungkas Fahira. [RN]