SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Konsultan keluarga muslim, Ustadz Tri Asmoro menjelaskan resiko bertaubat yang dialami seorang muslim tidak mudah. Meski demikian, orang yang beriman yang sabar dalam taubatnya bisa menjadikan sebab dosanya diampuni.
Ustadz Tri mengatakan bahwa luka batin, menjadi resiko awal seseorang bertaubat. Perasaan bersalah terus-menerus dengan perbuatan dosa yang telah dilakukan di masa lalu, menurutnya akan selalu membayangi bila dosa itu tidak bisa diampuni.
“Sekarang bagaimana perasaan itu menjadi energi bagi kita menjadi kekuatan, untuk berbuat baik kembali,” katanya, di Masjid An Nur, Tanjung Anom, Grogol, Sukoharjo, Ahad (21/1/2018).
Rusak raganya, menurut Ustadz Tri juga dialami ketika seorang muslim, baru bertaubat padahal kondisi fisik telah tua.
“Maka kita taubat, tapi ketika sudah taubat itu, liver, ginjal, paru-parunya sudah rusak. Artinya taubat itu tidak mudah, dengan kondisi sudah lemah untuk terus berbuat baik tidak sekuat dulu saat masih suka minum, bermaksiat. Dalam kondisi raga sudah rusak untuk menjalankan sholat, puasa jadi tidak mudah,” ujarnya.
Resiko taubat selanjutnya sanksi sosial. Ustadz Tri menerangkan seseorang yang telah dicibir akibat perbuatan buruknya, dimata masyarakat tidak mudah melupakan meski pelaku mulai berbuat baik.
“Selesai kembali taubat misal dari penjara, kembali ke masyarakat ada sanksi sosial. Ati-ati lo dia dulu dipenjara gara-gara mencuri, kalau pinjami uang bisa tidak balik. Ini sanksi sosial, jadi bertaubat itu terus masalah kita langsung selesai, tidak,” tandasnya.
Berhijrah menjadi resiko yang harus diambil seseorang jika ingin sempurna taubatnya. Kata Ustadz Tri, hal itu menjadi utama jika lingkungan dahulu tidak bisa menerima.
“Saya menemui orang bertaubat itu juga tidak mudah jadi baik. Dia di satu kota itu jadi takmir Masjid, padahal dulu kota asalnya itu sering ngemplang, dicari banyak orang. Maksudnya hijrah itu menjadi solusi yang lebih baik,” tuturnya.
“Maka bertaubat itu memang disisi Allah Subhanahu wata’ala sangat baik, tapi siapkan mental menjalani resiko yang ada,” pungkasnya. [SY]