YERUSALEM, (Panjimas.com) – Menurut laporan media Israel ‘Hareetz’, Tentara Israel kabarnya sedang berencana untuk mengambil lalih tanggung jawab keamanan di Distrik Yerusalem Timur yang berada di luar batas pemisah Tepi Barat, Rabu (17/01).
“Kementerian Pertahanan telah mengkonfirmasi bahwa Komando Pusat Angkatan Darat dan Markas Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT) sedang mengkaji kemungkinan untuk memikul tanggung jawab untuk keamanan di kamp pengungsian Shuafat dan Kafr Aqab [distrik],” menurut laporan Haaretz yang mengutip sumber anonim Kementerian Pertahanan.
Dalam skenario seperti itu, Hareetz melaporkan, Brigade Binyamin milik Angkatan Darat, yang bertanggung jawab atas wilayah Ramallah, akan “mengambil alih kendali atas Shuafat dan Kafr Aqab dengan bekerjasama dengan COGAT”.
Haaretz mengutip seorang pejabat Kemenhan yang mengatakan bahwa “keputusan tentang perubahan ini diambil pada saat pecahnya gelombang kekerasan terakhir di Yerusalem”, yang didorong oleh keputusan kontroversial A.S. awal bulan Desember lalu yang mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Pada tahun 2002, Israel mulai membangun tembok pemisah pemisahan besar-besaran di wilayah Tepi Barat yang diduduki, yang secara efektif memblokade lingkungan Palestina di Kafr Aqab – bersama dengan kamp pengungsian Shuafat – dari wilayah Yerusalem Timur lainnya.
Lebih dari 170.000 warga Palestina di Yerusalem sekarang tinggal di daerah-daerah di luar tembok, Mereka menderita kekurangan layanan-layanan dasar dan kebebasan bergerak yang sangat dibatasi dengan banyaknya pos-pos pemeriksaan Tentara Israel.
Israel pertama kali menduduki wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, selama Perang Timur Tengah tahun 1967. Kemudian Isarel mencaplok seluruh kota pada tahun 1980, dan mengklaimnya sebagai ibukota negara Yahudi, Namun langkah tersebut tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Meskipun mendapat perlawanan dunia internasional, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Rabu (06/12) di ruang resepsi diplomatik Gedung Putih tetap bersikukuh mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Menurut Trump, Departemen Luar Negeri A.S. telah memulai persiapan untuk memindahkan Kedutaan Israel Washington dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pergeseran dramatis dalam kebijakan A.S. ini segera memicu gelombang aksi demonstrasi “Day of Rage” di wilayah Palestina, bahkan di berbagai negara seperti Turki, Mesir, Yordania, Aljazair, Irak, Indonesia dan di negara-negara Muslim lainnya.
Pengumuman Trump tersebut juga memicu kecaman keras dari seluruh dunia, termasuk Uni-Afrika, Uni Eropa, Negera Amerika Latin dan PBB.
Selama masa kampanye Pilpres AS lalu, Donald Trump berjanji untuk memindahkan Kedutaan A.S. dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan sejak Rabu (06/12) janji itu diwujudkan Trump melalui pernyataanya di ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih.
Tak lama setelah Deklarasi A.S., Imam Besar dan Grand Mufti Al-Azhar, Syaikh Ahmed al-Tayeb menyerukan diadakannya konferensi internasional untuk membahas cara-cara mempertahankan Al-Quds Yerusalem.
Pada bulan yang sama, Turki menginisiasi penyelenggaraan KTT Luar Biasa OKI, yang mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
“Kami, yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina, harus mendorong negara-negara lain untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967,” tegas Mevlut Cavusoglu dalam sebuah pidatonya kepada rekan-rekannya di Dewan Menteri Luar Negeri OKI saat mengadakan pertemuan di Istanbul, dilansir oleh Anadolu.
“Kami berkumpul di sini untuk menghentikan penganiayaan. A.S., yang telah sangat melukai hati manusia. Israel bertujuan untuk melegitimasi usaha pendudukannya.” “Keputusan A.S. ini batal dan tidak sah, tidak berlaku bagi kita,” tandasnya
“Mari kita lindungi Yerusalem, yang merupakan tempat suci bagi tiga agama Ibrahim,” pungkasnya.
“Palestina perlu diakui oleh negara-negara lain”, imbuhnya.
“Kita harus mendorong [negara-negara lain] untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota,” tapi tidak hanya dengan mengatakan bahwa itu adalah ibukota [Palestina], tapi dengan menindaklanjutinya dengan tindakan-tindakan nyata, ujarnya menekankan.
“KTT luar biasa hari ini akan menunjukkan perjuangan umat Islam,” atau perjuangan masyarakat,” tambahnya.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.[IZ]