SANA’A, (Panjimas.com) – Selama dua bulan terakhir, Difteri telah merenggut 48 nyawa di Yaman, demikian menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis, Kamis (11/01).
Laporan WHO tersebut menyatakan bahwa kematian akibat difteri tercatat pada 19 dari total 23 Provinsi di Yaman.
Sementara itu, sebanyak 610 kasus lainnya yang diduga akibat difteri, dilaporkan terjadi di seluruh negeri, menurut WHO.
Wabah difteri bertepatan dengan epidemi kolera mematikan yang dimulai bulan April tahun 2017 lalu, yang telah menewaskan lebih dari 2.200 jiwa di hampir semua provinsi di Yaman kecuali satu provinsi lainnya, demikian menurut data yang dirilis sebelumnya oleh WHO.
Laman WHO menyebutkan difteri sebagai “penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Difteri disebabkan oleh produksi racun Corynebacterium Diphteria yang ditularkan melalui kontak fisik dan pernafasan yang ketat”.
Kekerasan yang terus berlanjut menghancurkan berbagai layanan dasar, termasuk sistem air dan sanitasi, yang kemudian mendorong PBB untuk mengkategorikan situasi di Yaman sebagai salah satu “bencana kemanusiaan terburuk di dunia pada zaman modern”.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika pemberontak Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi internasional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menuding Kerajaan Saudi terlibat kejahatan perang sebagai akibat dari kampanye pengebomannya yang dapat dianggap sembarangan dan menyebabkan kerusakan berlebihan pada negara tersebut termasuk jumlah korban tewas yang cukup tinggi.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]