NEW YORK, (Panjimas.com) –“Solusi internal untuk permasalahan di Suriah akan jauh lebih baik,” ujar Sekretaris Jenderal PBB, Selasa (16/01).
“Jika Rakyat Suriah bisa memecahkan masalah mereka sendiri, maka akan jauh lebih baik,” pungkas Antonio Guterres kepada para wartawan saat konferensi pers di Kantor Pusat PBB, New York, dikutip dari AA.
Antonio Guterres menekankan bahwa proses Jenewa harus dihidupkan kembali dan mengatakan solusi militer tidak akan menjadi jawaban bagi krisis di Suriah.
“… setelah sekian tahun ini, jika masih banyak pihak yang masih bertaruh dalam operasi militer [di Suriah], itu jelas bahwa tidak ada solusi militer,” imbuhnya.
Perundingan damai diluncurkan di Jenewa pada tahun 2012 untuk menemukan solusi politik untuk konflik Suriah, sementara itu perundingan di ibukota Kazakhstan Astana dimulai pada tahun 2017 dan menuju gencatan senjata yang telah rapuh, sampai saat ini.
Pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres disampaikan dalam menyusul pengumuman juru bicara pasukan koalisi pimpinan A.S. Ryan Dillon yang merencanakan pembentukan pasukan keamanan perbatasan dengan jumlah 30.000 personil di Suriah dengan SDF (Syrian Defense Forces) – sebuah kelompok pendukung pasukan koalisi pimpinan AS yang terdiri dari elemen-elemen teroris PYD / PKK.
Sejak pertengahan 1980an, PKK telah melancarkan kampanye teror yang luas melawan negara Turki, di mana diperkirakan 40.000 orang dibunuh.
PKK dimasukan dalam daftar organisasi teroris oleh AS dan Uni Eropa serta Turki – dan mulai melakukan kampanye bersenjata pada bulan Juli 2015.
Sejak saat itu, mereka telah membunuh lebih dari 1.200 personil keamanan dan warga sipil Turki, termasuk perempuan dan anak-anak.
PKK berjuang untuk kemerdekaan dan kepentingan nasionalime etnis Kurdi.
Sejak puluhan tahun lamanya PKK memperjuangkan ideologi marxisme-leninis, mencita-citakan Negara Komunis dengan berbasis nasionalisme Kurdi.
Dengan karakter ektrim kiri komunis yang keras ini telah lama mereka berseteru dengan Turki.[IZ]