JAKARTA, (Panjimas.com) – Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengkritisi keputusan Pemerintah melakukan impor 500 ribu ton beras dari Vietnam dan Thailand untuk menstabilkan harga beras di pasaran. Apalagi data menunjukkan produksi beras nasional sebenarnya surplus sebagaimana diakui sendiri oleh Mentan Amran Sulaiman.
Jazuli mengakui kenaikan harga beras tingkat Medium dan Premium di pasar dalam beberapa waktu terakhir telah meresahkan masyarakat. Dan sudah menjadi tugas Pemerintah untuk segera mengendalikan laju kenaikan harga beras tersebut karena jika dibiarkan akan berdampak inflasi yang pada akhirnya akan semakin membebani rakyat.
Tapi, di tengah surplus beras petani di berbagai daerah yang januari-februari ini memasuki masa panen, kebijakan impor beras jelas bukan solusi, melainkan semakin menekan petani. Maka, wajar sejumlah Pemda dan petani lokal serempak menolak masuknya beras impor tersebut.
“Kenaikan harga beras di tengah surplus produksi beras di berbagai daerah ini jelas menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah dalam mengendalikan harga dan pasokan perberasan nasional. Ditambah lagi solusi instan yang diambil Pemerintah adalah impor, ini menunjukkan tata niaga perberasan yang sangat buruk,” kritik Jazuli melalui releasenya Senin, (15/1).
Pemerintah -dalam hal ini Mentan dan Mendag- dikatakan Jazuli lemah dalam koordinasi dan supervisi sehingga tidak mampu mengintervensi pasar dan mengendalikan stok pangan yang ada di pasar. Dus, ketika ada gangguan dalam rantai pasok, harga langsung naik dan pasokan berkurang drastis.
Kebijakan impor ini, menurut Jazuli, jelas tidak tepat dan merugikan petani. Masuknya beras impor di tengah surplus produksi petani dipastikan akan memukul harga beras di tingkat petani dan memperburuk nasib petani kita.
“Kebijakan impor 500 ribu ton beras ini sekaligus menunjukkan rendahnya keberpihakan dan perhatian Pemerintah pada petani,” tegas Jazuli.
Ke depan, Fraksi PKS menyarankan lima langkah solusi tata niaga perberasan nasional agar Pemerintah tidak mudah impor dalam meredam gejolak harga.
Pertama, Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap Permendag 57/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras dan Permentan 31/2017 tentang Kelas Mutu Beras. Kedua, Pemerintah harus berpikir keras untuk menyederhanakan _supply chain_ (rantai pasok). Ketiga, perkuat peran Bulog dalam stabilitas harga dan pasokan. Keempat, perjelas peran dan fungai Satgas Pangan. Kelima, ada koordinasi yang kuat lintas departemen terutama antara Mentan dan Mendag.
Menyinggung soal keseriusan Presiden Jokowi dalam upaya menstabilkan harga beras di pasaran, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Koorkesra), Fahri Hamzah, mengatakan kenaikan harga beras menjadi awal buruk bagi Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di awal tahun 2018 yang disebut tahun politik.
Menurut Fahri, Pemerintah harus berbesar hati untuk mengakui bahwa kenaikan harga beras awal Januari tahun 2018 ini, bukan semata karena faktor supply dan demand atau faktor cuaca, tapi mal praktik kebijakan.
“Katanya ada mafia impor tapi kok mafia lagi? Mafia impor katanya sudah dihabisi. Kok ada lagi? Kasian petani. Inikah catatan kenaikan?” ucapnya seperti dikutip RMOL.
Dikatakan Fahri lebih lanjut, jika memang produksi besar tidak mencukupi harus diakui, dan lalu evaluasi dan perbaiki faktor-faktor produksi beras yang selama selama ini terabaikan. Sebab, dalam teori faktor produksi, output beras nasional sangat ditentukan oleh faktor modal (lahan), tenaga kerja, teknologi. [DP]