JAKARTA, (Panjimas.com) – Sidang kedua kasus kriminalisasi terhadap aktivis media sosial Jon Riah Ukur atau Jonru pada hari Senin kemarin (15/1) kembali digelar untuk kedua kalinya di PN Jakarta Timur pada Pukul.10.00 dengan agenda Pembacaan Nota Keberatan (Eksepsi) oleh Penasehat Hukumnya.
Menurut Koordinator Tim Advokasi Muslim (TAM) Jonru, Djuju Purwantoro, SH., MH, menyampaikan bahwa telah menemukan banyak kesalahan formil yang dilanggar oleh Jaksa dalam menyusun Dakwaan, di antaranya yaitu yang pertama adalah penerapan pasal yang saling bertentangan satu sama lain.
“Dakwaan kesatu Jaksa menerapkan ketentuan peraturan khusus yaitu Pasal 28 Ayat (2) jo. Pasal 45A Ayat (2) UU ITE dan Dakwaan Kedua menerapkan Pasal 4 huruf b angka 1 jo. Pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, tetapi pada Dakwaan Ketiga Jaksa menerapkan Pasal 156 KUHP. Dakwaan Kesatu dan Dakwaan Kedua menggunakan ketentuan khusus, sedangkan Dakwaan kesatu & Dkawaan Kedua tersebut merupakan lex specialis dari Dakwaan Ketiga pasal 156 KUHP,” ujar Djuju Purwantoro.
Masih menurutnya, bahwa berdasarkan Pasal 63 Ayat (2) telah diatur dan ditentukan jika ada perbuatan yang diatur dalam ketentuan umum dan ketentuan khusus maka ketentuan khusus lah yang digunakan, sebagaimana asas lex specialis derogate lex generalis. Ini salah satu syarat materiil yang harus dipenuhi dalam penyusunan Dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap.
Berikutnya adalah Jaksa memanipulasi peristiwa dalam uraian Dakwaannya, di sana tertulis suatu percakapan antara Akbar Faisal dengan Jonru pada acara ILC tentang asal usul orang tua Jokowi, yang kemudian dijadikan suatu tindak pidana oleh Jaksa, tetapi Jaksa tidak menyantumkan locus dellicti pada uraian Dakwaannya.
“Karena sebagaimana kita ketahui ILC dilaksanakan di Hotel Borobudur Jakarta Pusat, tetapi Jaksa tidak memasukan lokasi acara ILC tersebut, maka seharusnya perkara Jonru ini disidangkan di PN Jakarta Pusat jika diskusi program ILC itu dimasukan dalam uraian Dakwaan. Berdasar analisis hukum kami, PN Jakarta Timur tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa perkara Jonru terkait kompetensi relatif. Inilah yang kami maksud dengan memanipulasi peristiwa,” tutur Djuju.
Terakhir Tim Penasihat Hukum Jonru berharap dari Eksepsi ini Majelis Hakim mengabulkannya karena memiliki cukup alasan hukum. Serta masih banyak lagi Keberatan yang lainnya yang juga disampaikan dalam Eksepsi sidang itu.[ES]