Jakarta (Panjimas.com) — “Saya yakin ada upaya oknum yang tidak menginginkan Islam bangkit melalui gerakan pers. Itulah sebabnya pihak tertentu ingin membungkam media, terutama media-media Islam. Ini harus dilawan. Kalau anda takut ditangkap, ya tidak usah jadi wartawan.”
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (PP PARMUSI) Usamah Hisyam saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) Pertama Forum Jurnalis Muslim (Forjim) di Wisma PKK di bilangan Kebagusan, Jakarta Selatan, Jumat (5/1).
Usamah yang bertindak sebagai keynote speaker menuturkan, setelah DPR berhasil merealisasikan UU No. 11/1966 sebagai UU Pokok Pers pada tanggal 12 Desember 1966, masalah selanjutnya adalah mengenai kesepakatan dalam penafsiran dari UU Pokok Pers tersebut, terutama masalah fungsi, kewajiban dan hak pers itu sendiri.
“Sebagai satu komitmen antara Pemerintah, Golkar dan partai-partai politik. Saya menyampaikan paradigma kebebasan pers harus dirubah. Yaitu kemerdekaan pers yang proporsional. Hal itu, yang melatabelakangi lahirnya Undang-Undang Pers,” ujar Usamah.
Menurutnya, ada dua dimensi dari UU tersebut. Pertama, harus memberikan standar kesejahteraan kehidupan kepada wartawan. Kedua, profesionalitas dari karya jurnalistik seorang wartawan. “Sampai hari ini kemerdekaan pers yang proporsional belum terwujud. Malah mau di revisi oleh DPR,” sesalnya.
Dia menilai, ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin membungkam media, terutama media-media Islam. Usamah menilai, pemblokiran tersebut bukan hanya melanggar Undang-Undang Pers, tetapi juga UUD Pasal 28. Menurutnya, kondisi yang terjadi hari ini merupakan pengulangan sejarah tahun 1996. Kala itu, Harmoko memberedel media-media yang kritis dan mengkriminalisasi awak jurnalis.
“Ini harus dilawan. Sebab saya yakin ada upaya oknum yang tidak menginginkan Islam bangkit melalui gerakan pers. Kalau anda takut ditangkap, iya tidak usah jadi wartawan,” ungkapnya berseloroh kepada rekan-rekan Forum Jurnalis Muslim.
Dalam kesempatan tersebut, Usamah sempat mengkritik tema yang diusung Forjim, yaitu mengukuhkan jurnalis muslim sebagai agen perubahan. Dia menitikberatkan pada dua hal. Yaitu peningkatan kapasitas dan kapabilitas setiap anggota.
“Saya rasa Forjim harus meningkatkan kemampuan SDM-nya dalam menulis dan menganalisa dengan baik. Serta membangun militansi jurnalisme,” saran dia.
Usamah menyebut, saat ini merupakan momentum komunitas media Islam yang tergabung dalam Forjim, guna mengembangkan spektrum gerakan dan mengawal agenda-agenda nasional untuk kemaslahatan umat Islam.
“Saya lihat wartawan muslim sekarang belum ada yang berani menganalisa kebijakan pemerintah. Padahal selama ini sangat nyata pemerintah mendzalimi umat Islam,” ungkap Usamah.
Kendati demikian, Usamah bangga dan mengapresiasi entitas Forjim yang istiqamah dalam memberikan kontribusi perubahan paradigma bangsa Indonesia, termasuk dalam hal kepemimpinan Islam.
“Peran-peran ini yang bisa memainkan adalah media-media Islam. Oleh karena itu, pemimpin-pemimpin harus lahir dari pergerakan-pergerakan Islam. Insya Allah 2019 ini menjadi momentum bangkitnya kekuatan umat Islam,” tandasnya. (Zuhdi/Ass)