Jakarta (Panjimas.com) – Dalam Musyawarah Nasional Pertama Forum Jurnalis Muslim (Munas Forjim), Jum’at (5/1/2018) di Jakarta, Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam yang bertindak sebagai Kenote Speeker mengatakan, ciri dan pilar negara demokrasi adalah kemerdekaan pers. Karena itu paradigma kebebasan pers yang bertanggungjawab diubah menjadi kemerdekaan pers yang profesional.
Dikatakan Usamah, saat itu lokomotif yang memperjuangkan regulasi tentang kebebasan pers adalah Fraksi PPP yang didukung oleh PDI, Golkar dan ABRI. Berdasarkan UU Pers No 40, ada dua dimensi yang harus diperhatikan, selain wartawannya harus profesional, perusahaan persnya pun harus profesional, yakni memberikan standar kelayakan hidup kepada wartawannya.
“Jangan sampai wartawan yang bekerja di perusahaan pers nggak ada gajinya,” kata Usamah yang pernah menjadi wartawan Media Indonesia.
Usamah melihat, perkembangan portal berita dewasa ini semakin banyak. Seiring dengan kebangkitan umat Islam Indonesia, ia menyesalkan adanya upaya dari pihak-pihak tertentu yang ingin mematikan kembali kemerdekaan pers, terutama terhadap media-media Islam. Cara mematikannya adalah dengan pemblokiran.
“Anehnya yang ingin dimatikan hanya media Islam yang sudah banyak follower dan pembacanya. Ini harus disikapi dan tak bisa dibiarkan. Pemblokiran ini jelas melangggar UU Pers dan UUD Pasal 28. Padahal UU Pers No 40 ini dahulunya diperjuangkan oleh PPP yang didukung oleh PDIP, Golkar dan Fraksi ABRI,” kata Usamah.
Lebih lanjut Usamah menegaskan, upaya untuk mematikan pers Islam harus dilawan. Pihak yang hendak mematikan pers Islam, sepertinya tidak menghendaki Islam bangkit melalui gerakan pers.
“Forjim yang mengukuhkan sebagai agen perubahan hendaknya tidak sebatas tagline tanpa ruh perjuangan dan jihad. Saya melihat militansi jurnalis muslim luar biasa. Forjim punya daya dobrak yang kuat,” tukasnya.
Usamah berharap, jurnalis muslim yang tergabung di Forjim mengubah pola pikir masyarakat melalui tulisan. Tentunya
Forjim harus meningkatkan SDM anggotanya agar memiliki kemampuan menulis dan menganalisis. Forjim jangan sebatas kuantitas, memperbanyak anggotanya. Karena buat apa punya seribu jurnalis muslim tanpa daya dobrak. Terpenting, terus membangun militansi dan kemampuan menulis yang baik.
“Media yang tergabung di Forjim memiliki viewer yang yang cukup tinggi. Karena itu, kemampuan SDM itu harus dikembangkan di media masing-masing.”
Momentum kebangkitan Islam di Indonesia harus dimanfaatkan oleh Forjim. Media Islam yang kuat sekarang waktunya. Karena itu forjim harus merumuskan sasaran nasionalnya, baik itu sasaran jangka pendek, menengah dan panjang. Sasaran jangka pendek misalnya terkait Pilgub, Pilpres dan Pileg.”
Usamah menginginkan, kepemimpinan nasional diusung oleh komunitas Islam 212, bukan malah ditunggangi oleh aktor politik. Diharapkan figur kepemimpinan umat di tingkat nasional dilahirkan dari komunitas dan pergerakan Islam ini. Untuk merealisasikan itu tentu berproses. Tahun 2019 harus menjadi momentum bagi kejayaan Islam, dimana wartawan Islam terlibat di dalamnya. (ass)