LONDON, (Panjimas.com) – Sebanyak 10.204 warga sipil dibunuh terutama oleh Rezim Bashar al-Assad di Suriah di sepanjang tahun 2017, demikian menurut laporan Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia, Syrian Network for Human Rights (SNHR) yang berbasis di London, Senin (01/01/2018), dilansir dari IINA.
Laporan SNHR menyebutkan sebanyak 2.298 anak dan 1.536 perempuan termasuk di antara para korban yang terbunuh.
Sebanyak 4.147 warga sipil, termasuk 754 anak dan 591 perempuan dibunuh akibat tindak penyiksaan dan serangan yang dilakukan oleh rezim Assad selama tahun 2017 lalu, sebagaimana dilaporkan SNHR.
Selain itu, 316 warga sipil, termasuk 58 anak dan 54 perempuan dibunuh oleh PKK / PYD di Suriah sementara 1.421 warga sipil lainnya, termasuk 281 anak dan 148 perempuan terbunuh akibat serangan Islamic State (IS).
Serangan-serangan yang dilancarkan pasukan Rusia menewaskan 1.436 warga sipil, termasuk 439 anak dan 284 perempuan sementara 1.759 warga sipil dibunuh akibat serangan pasukan koalisi pimpinan AS.
Dalam pertempuran antara kelompok pembangkang militer dan kelompok anti-rezim Assad, 211 warga sipil termasuk 47 anak-anak dan 30 perempuan terbunuh. Secara terpisah, 913 warga sipil terbunuh oleh pihak yang tak dikenal.
Menurut laporan SNHR tersebut, 2.019 warga sipil di pinggiran kota Damaskus, 1.512 warga sipil di Raqqa, 1.352 di Aleppo, serta 1.324 lainnya di Deir ez-Zour dan 1.256 warga sipil di Idlib terbunuh sepanjang 2017.
Selain itu juga, 882 warga sipil di Daraa, 852 jiwa di Hama dan 781 nyawa di Homs serta 198 jiwa di Hasakah dan 28 warga sipil lainnya di Provinsi Quneitra, meregang nyawa.
Laporan SNHR tersebut mengatakan sepanjang 2017, sebanyak 211 warga sipil terbunuh setelah mendapat siksaan brutal rezim Assad.
SNHR juga mendesak Rusia sebagai negara penjamin bagi Assad untuk menuntut rezim tersebut mematuhi persyaratan kesepakatan mengenai zona de-eskalasi militer.
Wilayah Idlib berada dalam jaringan zona de-eskalasi yang disokong oleh Turki, Rusia, dan Iran – di mana tindakan agresi militer dilarang secara eksplisit.
Selama pembicaraan damai di ibukota Kazakhstan, Astana, tiga negara penjamin, Turki, Iran dan Rusia, sepakat untuk menetapkan zona de-eskalasi di Idlib dan di beberapa bagian Provinsi Aleppo, Latakia dan Hama.
Idlib, yang terletak di Suriah bagian Barat Laut di perbatasan Turki, menghadapi serangan hebat yang dilancarkan rezim Assad setelah perang berkecamuk yang dimulai pada tahun 2011.
Sejak Maret 2015, Idlib tidak lagi berada di bawah kendali rezim Assad dan didominasi oleh kelompok oposisi militer dan organisasi bersenjata anti-rezim Assad.
Sejak awal 2011, Suriah telah menjadi medan pertempuran, ketika rezim Assad menumpas aksi protes pro-demokrasi dengan keganasan tak terduga — aksi protes itu 2011 itu adalah bagian dari rentetan peristiwa pemberontakan “Musim Semi Arab” [Arab Spring].
Sejak saat itu, lebih dari seperempat juta orang telah tewas dan lebih dari 10 juta penduduk Suriah terpaksa mengungsi, menurut laporan PBB.
Sementara itu Lembaga Pusat Penelitian Kebijakan Suriah (Syrian Center for Policy Research, SCPR) menyebutkan bahwa total korban tewas akibat konflik lima tahun di Suriah telah mencapai angka lebih dari 470.000 jiwa. [IZ]