BEKASI (Panjimas.com) – Anggota Front Pembela Islam (FPI), Boy Giadria dinyatakan sebagai tersangka dengan tuduhan melakuan persekusi terhadap penjual obat keras ilegal.
Polri mengatakan pihaknya mengetahui adanya penjualan obat tak berizin dan kedaluwarsa di Pondok Gede, Kota Bekasi, setelah melihat massa FPI mengepung bangunan toko tersebut. Polri akan mengecek kekuatan Satuan Intelijen Polresta Bekasi.
“Ketahuannya (ada toko obat yang jual obat tak berizin dan kedaluwarsa) setelah FPI melakukan persekusi itu. Nanti kita cek Intel Bekasi, apakah mereka tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto kepada wartawan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, seperti dikutip detik.com, Selasa (2/1/2018).
Sebelumnya, Kapolresta Bekasi Kota, Kombes Indarto menyatakan Boy Giadria menjadi tersangka dan ditahan atas kasus pengeroyokan pemilik dan penjaga toko obat di Kota Bekasi. Polisi mengatakan proses hukum yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur dan ada dua alat bukti yang cukup menjerat oknum FPI tersebut.
“Tersangka berinisial B. Itu dia yang memimpin (massa), yang masuk ke dalam toko, bentak-bentak pemilik toko untuk keluarkan barang. Suruh pemilik ambil ember dan mengisi air, lalu obat-obat itu dimasukkan ke dalam air,” kata Kapolresta Bekasi Kombes Indarto, Senin (1/1/2018).
Boy dijerat tindak pidana kekerasan secara beramai-ramai sebagaimana tercantum dalam Pasal 170 KUHP.
“Prinsipnya, kita melakukan proses penyidikan sudah secara SOP. Dari hasil gelar perkara, dari fakta-fakta yang ada, sudah cukup dua alat bukti yang dapat mempersangkakan mereka sebagai pelaku 170 (pasal pidana pengeroyokan) dan 335 (pasal pidana perbuatan tidak menyenangkan),” ujar Indarto.
Tanggapan Kuasa Hukum
Aziz Yanuar, SH, MH membantah bila kliennya, Anggota FPI, Boy Giadria melakukan perusakan terhadap barang berupa obat, sebagaimana dituduhkan aparat kepolisian.
“Obat-obat yang dimasukkan ke ember itu obat yang dibeli oleh seorang warga sebelumnya untuk membuktikan memang di lokasi itu menjual barang haram tersebut, kita ada banyak saksinya,” kata Aziz Yanuar kepada Panjimas.com, Selasa (2/1/2017).
Adapun Boy Giadria, tidak melakukan perusakan barang apa pun. Di lokasi Boy juga tidak melakukan penganiayaan terhadap pelaku.
Selain yang dimasukkan ke dalam air, masih banyak barang bukti lainnya yang masih utuh. Sehingga menurut Aziz, sangat mengherankan bila polisi mempersoalkan perusakan barang, yang notabene itu bukan lagi milik si penjual obat, melainkan milik seorang warga yang membelinya guna membuktikan adanya barang haram tersebut.
Selanjutnya, Aziz amat menyayangkan perbedaan perlakukan aparat kepolisian terhadap FPI dengan yang lainnya.
Anggota FPI yang dituduh melakukan persekusi, pemaksaan dan membentak-bentak pelaku kriminal, begitu cepat ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sementara, pelaku persekusi, yang mencaci dan membentak seorang ulama, Ustadz Abdul Somad di Bali, hingga kini masih berkeliaran.
“Kalau membentak-bentak masuk delik pidana, kita umat Islam bertanya, ke mana tindakan polisi pada Ustadz Abdul Somad yang di depan polisi dibentak-bentak, dicaci maki dan dipersekusi di bali? Apakah hukum ini sudah berubah jadi tajam untuk umat Islam namun jika yang jadi korban ulama, umat islam, hukum jadi tumpul?” ujarnya.
Untuk itu Aziz berharap aparat kepolisian bisa bertindak profesional, adil dan tidak diskriminatif dalam berbagai kasus. [AW]