JAKARTA (Panjimas.com) – Kasus toko obat ilegal di Pondok Gede, Bekasi yang digerebek aktivis Front Pembela Islam (FPI) membuat Mabes Polri mencurigai jajaran intelnya di lapangan. Sebab, aktivis FPI justru tahu adanya penjualan obat secara ilegal, sementara jajaran kepolisian di Bekasi justru diam saja.
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, akan ada tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) yang turun tangan memeriksa jajaran intel di Polres Metro Bekasi. Menurutnya, justru janggal ketika intel kepolisian justru tidak tahu adanya penjualan obat ilegal di Pondok Gede.
“Kami cek Intelnya Bekasi. Apakah mereka tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu. Kami juga tidak boleh berandai-andai, kami monitor semua mana yang jual. Masalahnya adalah jual obat keras kok FPI lebih tahu,” kata Setyo, seperti dikutip Jawa Pos National Network (JPNN), Selasa (2/1).
Mantan kepala Divisi Hukum Polri itu menambahkan, intel Polres Metro Bekasi tentu sudah memonitor hal-hal mencurigakan. Hanya saja, katanya, hal itu tak membuat intel polisi serta-merta lebih cepat mengetahui hal mencurigakan ketimbang masyaraka awam.
“Jadi tidak semuanya polisi harus tahu kan, kami juga perlu informasi dari masyarakat, kalau masyarakat tahu lapor aja ke polisi. Kalau polisi sudah dilaporkan kemudian tidak melakukan tindakan nah itu salah, dan laporkan saja ke Propam,” tuturnya.
Sebelumnya aktivis FPI Boy Giandra mengajak rekan-rekannya menggerebek sebuah toko obat di Kelurahan Jatibening, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, Rabu (27/12). Dari penggerebekan itu, FPI menemukan ratusan butir obat yang termasuk dalam daftar G. Antara lain Lexotan, Dextro, Tramadol, Excimer dan lain sebagainya yang sudah kedaluwarsa.
Namun, Boy tak sekadar menggerebek toko obat itu. Sebab, dia juga diduga melakukan persekusi terhadap pemilik toko obat. [AW/jpnn]