JAKARTA, (Panjimas.com) – Sepanjang 2017, begitu banyak persoalan sosial dan hukum yang menyita perhatian dan energi bangsa. Berbagai persoalan ini semakin runyam ketika Pemerintah yang seharusnya menjadi solusi seakan gamang menempatkan dirinya dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial dan hukum. Malah dalam beberapa kasus, alih-alih menjadi pengurai ketegangan, kebijakan pemerintah malah menimbulkan tensi sosial yang semakin tinggi.
Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris meminta Pemerintah tidak mengabaikan bahwa saat ini ada persepsi kuat di masyarakat bahwa penegakkan hukum hanya tegas kepada mereka yang kritis kepada pemerintah, tetapi lemah kepada mereka yang memuji pemerintah. Kuatnya persepsi ini jika diabaikan bisa berujung kepada ketidakpercayaan dan keengganan publik berpartisipasi dalam tiap program Pemerintah yang tentunya akan menyulitkan Pemerintah sendiri.
“Saya menyebut Tahun 2017, adalah tahun ganjil penegakkan hukum. Kenapa ganjil? Karena pengusutan kasus hukum tergantung siapa yang melapor dan siapa yang dilaporkan. Jika yang melapor pendukung Pemerintah dan yang dilaporkan yang selama ini kritis terhadap pemerintah maka prosesnya bisa cepat. Tetapi jika sebaliknya, prosesnya sangat lamban. Padahal obyek aduan dan dugaan pidana yang dilaporkan sama yaitu melanggar UU ITE berupa ujaran kebencian,” tukas Fahira, melalui releasenya Ahad (31/12).
Salah satu contohnya, lanjut Fahira adalah, aduan ancaman pembunuhan kepada dirinya, Fadli Zon, Buni Yani, serta Habib Rizieq yang hingga detik ini tidak jelas prosesnya di kepolisian. Pengancam yang ingin membunuh keempat orang ini bernama Nathan P Suwanto hingga saat ini sama sekali tidak diproses padahal laporan sudah masuk sejak Mei 2017.
“Masih banyak aduan-aduan lain yang juga bernasib seperti aduan saya dan kawan-kawan yang lain. Bandingkan begitu sigapnya penegak hukum dengan kasus Asma Dewi atau Jonru misalnya. Belum lagi kalau kita bicara kelanjutan nasib tokoh-tokoh yang sempat ditangkap karena dengan begitu menyakinkan dituduh melakukan makar, namun hingga detik ini aparat penegak hukum tidak mampu membuktikannya. Penegakkan hukum seperti ini kan ganjil bin aneh,” ujar Senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, fakta-fakta penegakkan hukum yang ganjil ini jika terus dipraktikkan bukan hanya akan menurunkan wibawa Pemerintah tetapi juga akan mengganggu harmoni bangsa ini yang memang sepanjang 2017 mengalami berbagai cobaan berat. Presiden Jokowi, sebagai ‘panglima’ penegak hukum di negeri ini harus segera mengembalikan kodrat hukum yaitu berlaku sama untuk semua warga negara tanpa mempertimbangkan pandangan politik.
“Mereka yang mendukung dan kritis terhadap pemerintah harus sama-sama dibatasi dan dilindungi oleh hukum. Jika kodrat hukum ini diabaikan, keadilan sosial tidak akan pernah terwujud di negeri ini. Karena keadilan ekonomi akan pincang jika mengabaikan keadilan hukum. Keduanya adalah hak dasar warga negara yang harus diberikan negara. Saya rasa Presiden sangat paham akan hal ini,” tegas Ketua Ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar) ini. [RN]