BEKASI (Panjimas.com) – Front Pembela Islam (FPI), selama ini dikenal kooperatif dalam berkoordinasi dengan aparat kepolisian dalam aksi nahi munkar yang mereka lakukan.
Pernyataan itu disampaikan Aziz Yanuar, SH, MH, dari Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI). Menurutnya, Anggota FPI di lapangan selama ini sudah menjadi whistle blower dengan aparat kepolisian.
Hal itu terungkap dalam aksi yang dilakukan FPI terhadap sebuah tokoh yang menjual obat keras illegal, di Jl Cemerlang, Jatibening, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (27/12/2017).
“FPI dan LPI Pondok Gede langsung meminta bantuan Muspika Kecamatan yang terdiri dari TNI dan Polri untuk mengamankan obat-obatan tersebut. Dari lokasi tersebut didapat barang bukti ratusan butir obat keras Daftar G yang terdiri dari berbagai macam jenis pil lexotan obat keras dari Dextro, Tramadhol, Exzimer dan lain sebagainya termasuk obat anak-anak yang sudah kedaluarsa,” kata Aziz Yanuar, Sabtu (30/12/2017).
Saat peristiwa itu terjadi, Aziz mengungkapkan bahwa aparat kepolisian yang menyaksikan di Tempat Kejadian Perkara (TKP), justru memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada FPI. Semua itu, kata Aziz terekam jelas dalam video dimilikinya sebagai bukti.
Tak hanya itu, bahkan anggota FPI juga sempat melakukan foto bersama dengan aparat kepolisian, sebagai tanda hubungan mereka terjalin dengan baik.
Namun alangkah mirisnya, ketika sehari setelah itu. Empat orang anggota FPI dipanggil aparat kepolisian sebagai saksi, tanpa surat pemanggilan resmi. Hingga akhirnya status mereka dinaikkan menjadi tersangka.
“Hari Kamis itu langsung dari Polres menjemput empat Laskar FPI dengan alasan meminta keterangan sebagai saksi tanpa surat resmi, hanya via telepon. Kemudian hingga jam 24.00 WIB malam masih diperiksa, statusnya tiba-tiba jadi tersangka atas dugaan pemaksaan/persekusi, perbuatan tidak menyenangkan dan perusakan barang atas laporan penjual obat keras dan kadaluarsa tadi. Super aneh bin ajaib,” tutur Aziz.
Keempat anggota FPI tersebut adalah, Boy Giadria, Syafii Alwi, Roni Herlambang dan Saiman. Dari empat orang anggota FPI tersebut, ketiganya dibebaskan pada hari Kamis dan Jum’at. Namun, satu orang anggota FPI, Boy Giadria hingga kini justru ditahan.
Boy Giadria menjadi tersangka dan ditahan karena diduga melakukan tindakan kekerasan. Hal itu disampaikan Kabag Humas Polresta Bekasi Kota, AKP Erna Ruswing.
“Polisi mengenakan pasal 170 dan 335 ayat 1 tentang kekerasan dan pemaksaan dengan ancaman 5 tahun pidana,” ujarnya.
Aziz pun mengaku kecewa dan mempertanyakan sikap aparat kepolisan.
“Sehabis diapresiasi polisi, lalu jadi tersangka, ada apa ini?” ujarnya.
Sebagai kuasa hukum, Aziz sudah melakukan upaya untuk penangguhan penahanan terhadap kliennya, Boy Giadria.
Namun, hal itu ditolak Kepala Polres Metro Bekasi Kota, Komisaris Besar Polisi Indarto.
“Mereka mengajukan permohonan penanguhan penahanan B. Namun sesuai aturan hukum bahwa penahanan dilakukan untuk keperluan penyidikan polisi. Kalau penyidik melihat ada potensi B akan mengulangi perbuatannya, maka perlu kami tahan,” kata Indarto, di tempat terpisah.
Selanjutnya, Aziz menegaskan akan mengajukan praperadilan, sebagai upaya hukum guna memperjuangkan keadilan terkait penangkapan dan penahanan kliennya tersebut. [AW]