BEKASI, (Panjimas.com) – Buntut kasus ditangkapnya seorang penjual obat berbahaya dan terlarang di Bekasi maka bersamaan dengan itu ditangkap pula dan ditahan juga seorang anggota ormas keagamaan yang diduga ikut melaporkan atas terjadinya penjualan dan peredaran obat berbahaya tersebut.
Hal ini dibenarkan dan dikatakan secara langsung oleh Kabag Humas Polresta Bekasi, AKP Erna Ruswing ketika Panjimas menemui dan mengkonfirmasi langsung dirinya soal kebenaran berita itu pada hari Jumat (29/12).
“Ya benar bahwa kami sudah menahan pelaku penjual obat terlarang dan berbahaya itu atas nama inisial LW. Bersama itu kami juga menahan seorang anggota ormas dari FPI dengan inisial BG yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan pemaksaan agar toko obat terlarang itu ditutup ,” ujar Erna.
Adapun lokasi TKP itu menurut Humas Polresta Bekasi itu di Jl Cemerlang Jatibening Bekasi. Untuk tersangka pemilik toko obat terlarang dan ilegal itu polisi menerapkan pasal 30 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pelaku bisa dijerat hukuman 10 tahun dengan denda 1Milyar dan pasal 8 th 1999 tentang perlindungan Konsumen dengan pidana 5 tahun penjara.
“Sedangkan dari salah seorang ormas FPI itu yang diduga melakuan tindakan pemaksaan terhdap penjual toko obat terlarang itu, polisi mengenakan pasal 170 dan 335 ayat 1 tentang kekerasan dan pemaksaan dengan ancaman 5 tahun pidana,” kata Kabag Humas Polresta Bekasi itu.
Terkait pasal 170 yang dituduhkan kepada satu orang (BG) dari salah seorang laskar FPI itu pengacara yang mendampingi dari PUSHAMI mengatakan dan mempertanyakan soal pasal yang dituduhkan itu.
“Pasal 170 KUHP berbunyi: Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Nah bagaiman mungkin pasal itu dituduhkan sedangkan yang jadi tersangka saat ini hanya 1 orang dari laskar, sedangkan di pasal itu berbunyi secara bersama sama atau banyak,” ujar Aziz Yanuar dari PUSHAMI.
Begitu juga soal kekerasan dalam pasal 170 yang dituduhkan. Kekerasan disitu berarti yang mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil dan tidak sah. Kekerasan dalam pasal ini biasanya terdiri dari “merusak barang” atau “penganiayaan”.
“Nah kami pertanyakan disini, mana bukti visum kalo ada kekerasan kepada seseorang. Sebab kalo tidak ada visum yang membuktikan kepada orang, maka itu namanya bukan kekerasan dan itu tidak dapat dikenakan pasalnya,” pungkas Aziz Yanuar. [ES]