ISLAMABAD, (Panjimas.com) – Ribuan warga Pakistan Jumat (22/12) menggelar aksi long-march di Peshawar, Pakistan Barat Laut, untuk memprotes keras keputusan kontroversial Presiden AS Donald Trump yang mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Pawai Massa tersebut diselenggarakan oleh Jamaat-e-Islami, Partai Politik Islam terbesar di Pakistan.
Ribuan kaum Muslimin meneriakkan slogan-slogan seperti “Kami tidak akan pernah meninggalkan Yerusalem di tangan Israel” dan “Turun Bersama Amerika, Turun Bersama Dengan Israel”, dilansi dari Anadolu.
Para pengunjuk rasa berusaha mencapai Konsulat A.S. di Peshawar, namun pihak kepolisian memblokir jalan mereka.
“Kami menghargai anggota Majelis Umum PBB yang mendukung resolusi Turki dan Pakistan dengan suara mayoritas dan menolak keputusan Trump,” ujar Mushtaq Ahmad Khan, Kepala Khyber Pakhtunkhwa Partai, merujuk pada pemungutan suara mengenai Resolusi Yerusalem Kamis malam (21/12) di markas PBB yang menolak keputusan A.S.
Khan juga memuji langkah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan atas kepemimpinannya dalam masalah ini.
“Yerusalem adalah garis merah bagi kami, dan Muslim bangga memiliki pemimpin seperti Erdogan, yang selalu meninggikan suaranya untuk kaum Muslim yang tertindas,” ujar Khan menambahkan.
Mengacu pada hak veto A.S. pada resolusi Dewan Keamanan PBB pekan ini, yang menolak pembentukan fasilitas diplomatik di Yerusalem, juru bicara Kemlu Rusia tersebut mengatakan bahwa hak veto A.S. telah membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara anggota tersebut mengadakan sidang khusus darurat mengenai keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 6 Desember lalu. Tidak seperti di Dewan Keamanan, dalam Majelis Umum PBB, A.S. tidak memiliki hak veto.
Sebanyak 128 anggota memilih mendukung resolusi tersebut, 9 negara menolak dan 35 lainnya abstain.
Hukum internasional memandang wilayah Tepi Barat – termasuk Yerusalem Timur – sebagai “wilayah yang diduduki” dan menganggap semua bangunan permukiman Yahudi di atas tanah itu adalah tindakan ilegal.
Pada hari Rabu (20/12), Trump mengancam untuk memotong bantuan keuangan dari negara-negara yang memilih mendukung resolusi PBB.
Status Yerusalem telah lama dianggap sebagai isu terakhir yang harus ditentukan dalam perundingan damai Israel-Palestina dan keputusan Trump secara luas dipandang sebagai penghalang kesepahaman sejak lama.
Rancangan resolusi PBB tersebut menegaskan bahwa isu Yerusalem adalah status akhir yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara Palestina dan Israel, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan.
Wilayah Yerusalem Timur berada dalam pendudukan Israel sejak 1967, sementara rakyat Palestina terus berjuang untuk mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota negaranya.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.
Pada bulan April, Rusia mengumumkan pengakuannya atas Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel, yang mengungkapkan harapan bahwa separuh bagian timur kota Yerusalem pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibukota Palestina
Khususnya, dalam pengumumannya pekan lalu, Trump menekankan bahwa pemerintahannya belum mengambil posisi mengenai “batas-batas spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem”.[IZ]