JAKARTA (Panjimas.com) – Persaudaraan Muslimin Indonesua (PARMUSI) menilai, kehidupan sosial yang terjadi saat ini di Indonesia sudah sangat tidak adil terhadap mayoritas pemeluk agama Islam. Stigma intoleran, tidak Pancasilais, radikal dan tidak cinta NKRI, membuat mayoritas muslim merasa “tidak nyaman” hidup berdampingan dengan non muslim.
“Padahal sejarah membuktikan bahwa Pancasila dan NKRI adalah warisan ulama yang merumuskan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam dalam Refleksi akhir tahun 2017 di Resto Larazetta, Tebet, Jakarta Selatan, Jum’at (22/12/2017)
Parmusi mendesak pemerintah RI agar dapat bersikap adil kepada seluruh warganya, sehingga tidak menimbulkan bentrokan sosial, baik secara horizontal maupun vertikal.
Parmusi melihat, hampir setiap hari di negeri kita selalu dikumandangkan hubungan mayoritas dan minoritas, toleransi dan intoleransi. Mayoritas biasanya identik dengan ummat Islam dan minoritas adalah non Islam, dimana mayoritas harus toleransi dengan yang minoritas.
“Toleransi tidak berlaku untuk mayoritas yang menguasai ekonomi Indonesia (non islam) dan minoritas yang masuk pada kategori ini adalah Islam. Tidak ada toleransi mayoritas dengan minoritas, kelompok kaya akan menguasai
segalanya tanpa ada toleransi terhadap kelompok yang hidup miskin dan di bawah garis kemiskinan.”
Parmusi memberi contoh, penggusuran yang dilakukan terhadap penduduk yang hidup di daerah kumuh dengan alasan perbaikan lingkungan kota dengan membangun mall, dan reklamasi pantai yang terjadi hampir di seluruh Indonesia, tidak ada toleransinya terhadap nelayan yang penghidupannya dari mencari ikan dan hidup di sekitar pantai.
“Apabila mayoritas muslim tidak toleransi terhadap non muslim dianggap tidak Pancasilais dan anti NKRI, akan tetapi apabila mayoritas kelompok kaya tidak toleransi terhadap kelompok miskin tidak akan ada stigma tersebut. (des)