MOSKOW, (Panjimas.com) – Kementerian Luar Negeri Rusia Kamis (21/12) lalu menegaskan bahwa semua negara harus berkomitmen pada resolusi internasional untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
Hal ini disampaikan Kemlu Rusia saat berbicara kepada para wartawan di Moskow melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova. Kemlu Rusia menekankan bahwa situasi kemanusiaan di Gaza semakin parah menyusul keputusan A.S. yang mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dikutip dari AA.
Zakharova mengatakan langkah terbaik untuk mengakhiri krisis ini adalah dengan berkomitmen pada resolusi internasional dan membuka upaya-upaya untuk berdialog.
Mengacu pada hak veto A.S. pada resolusi Dewan Keamanan PBB pekan ini, yang menolak pembentukan fasilitas diplomatik di Yerusalem, juru bicara Kemlu Rusia tersebut mengatakan bahwa hak veto A.S. telah membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara anggota tersebut mengadakan sidang khusus darurat mengenai keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 6 Desember lalu. Tidak seperti di Dewan Keamanan, dalam Majelis Umum PBB, A.S. tidak memiliki hak veto.
Sebanyak 128 anggota memilih mendukung resolusi tersebut, 9 negara menolak dan 35 lainnya abstain.
Hukum internasional memandang wilayah Tepi Barat – termasuk Yerusalem Timur – sebagai “wilayah yang diduduki” dan menganggap semua bangunan permukiman Yahudi di atas tanah itu adalah tindakan ilegal.
Pada hari Rabu (20/12), Trump mengancam untuk memotong bantuan keuangan dari negara-negara yang memilih mendukung resolusi PBB.
Status Yerusalem telah lama dianggap sebagai isu terakhir yang harus ditentukan dalam perundingan damai Israel-Palestina dan keputusan Trump secara luas dipandang sebagai penghalang kesepahaman sejak lama.
Rancangan resolusi PBB tersebut menegaskan bahwa isu Yerusalem adalah status akhir yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara Palestina dan Israel, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan.
Wilayah Yerusalem Timur berada dalam pendudukan Israel sejak 1967, sementara rakyat Palestina terus berjuang untuk mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota negaranya.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.
Pada bulan April, Rusia mengumumkan pengakuannya atas Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel, yang mengungkapkan harapan bahwa separuh bagian timur kota Yerusalem pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibukota Palestina
Khususnya, dalam pengumumannya pekan lalu, Trump menekankan bahwa pemerintahannya belum mengambil posisi mengenai “batas-batas spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem”.[IZ]
.