JAKARTA (Panjimas.com) – Pengurus Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (PP PARMUSI) dalam refleksi akhir menyoroti bidang dakwah dan ekonomi sebagai evaluasi terhadap situasi kondisi di Indonesia selama tahun 2017.
Ketua Umum PP Parmusi Usamah Hisyam menyampaikan, tahun 2017 banyak sekali kejadian-kejadian atau upaya-upaya kelompok tertentu yang mencoba memisahkan Islam dan politik, padahal seluruh aspek kehidupan, termasuk politik dalam Islam jelas-jelas diatur dalam Al-Quran dan Al-Hadist.
Sejauh negara dalam hal ini pemerintahan RI, baik secara ideologis maupun politis berjalan di atas sebuah system yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, maka bagi politisi muslim dan seluruh ummat Islam akan menyatakan loyalitas dan dukungannya.
“Tetapi sebaliknya apabila penyelenggara negara menetapkan kebijakan tidak sesuai dengan ajaran Islam, sudah sepantasnya ada warga dan politisi muslim yang menolak kebijakan tersebut,” ujarnya.
Ironinya apabila umat Islam menolak kebijakkan pemerintah RI yang jelas-jelas tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist, maka ummat Islam di tuduh sebagai tidak Pancasilais dan tidak cinta pada NKRI, karena dianggap akan mendirikan Negara Islam. Sebagai bukti di tetapkannya UU no. 17 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyaratan yang isinya sangat bertentangan dengan UUD 1945.
PARMUSI mendesak Pemerintah RI agar segera mengevaluasi UU no.17 tahun 2017 agar tidak bertentangan dengan substansi UUD 1945.
Bidang Ekonomi
Di bidang Ekonomi, Parmusi melihat, suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya
Bicara pertumbuhan ekonomi, mengutip Mudrajad Kuncoro dalam bukunya “Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang “ (Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004), Indonesia tahun 2016 menurut BPS sebesar 5,02% dan tahun 2017 hanya naik 0,27% menjadi 5,3%.
Pertumbuhan ekonomi yang hanya 5,3% menurut Direktur Indef (Institute for Development of Economic and Finance) tidak cukup menjadikan masyarakat Indonesia hidup sejahtera, karena pertumbuhan ekonomi itu tidak sebanding dengan angka pertambahan jumlah penduduk di Indonesia. Rata-rata tenaga kerja baru per tahun tumbuh 2 juta, maka kalau pertumbuhan hanya 5,3%, hanya bisa menampung sekitar 200.000 tenaga kerja.
Hal ini terbukti dari data BPS, pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang bertambah 6,90 ribu orang jika dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang. Karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam (87,2%), maka sudah dapat dipastikan penduduk miskin Indonesia mayoritas adalah beragama Islam.
Disparitas antara penduduk miskin dengan penduduk sejahtera dan kaya juga masih cukup lebar, hal ini dinyataka dengan angka Ratio Gini yang masih mencapai 0,38%, walaupun angka ini telah mengalami penurunan dari tahun tahun sebelumnya yang telah mencapai 0,41%.
Dengan jumlah penduduk miskin yang semakin meningkat, maka PARMUSI menilai pemerintahan RI saat ini belum berhasil mengurangi penduduk miskin di Indonesia, oleh karena itu perlu ada evaluasi program pemerintah yang lebih berpihak pada peningkatan ekonomi ummat. (des)