RAMALLAH, (Panjimas.com) – Kepresidenan Palestina menyambut baik hasil pemungutan suara Majelis Umum PBB pada Kamis malam (21/12) yang menolak Deklarasi A.S. atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara anggota tersebut mengadakan sidang khusus darurat mengenai keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 6 Desember lalu. Tidak seperti di Dewan Keamanan, dalam Majelis Umum PBB, A.S. tidak memiliki hak veto.
Sebanyak 128 anggota memilih mendukung resolusi tersebut, 9 negara menolak dan 35 lainnya abstain.
“Keputusan tersebut sekali lagi mencerminkan posisi masyarakat internasional terhadap rakyat Palestina, yang tidak ingin diancam ataupun diperas,” jelas juru bicara kepresidenan Nabil Abu Rudeina, mengutip laporam kantor berita resmi Palestina ‘Wafa’.
“Keputusan ini menegaskan kembali, sekali lagi, bahwa Palestina mendapatkan dukungan dari masyarakat internasional, dan tidak ada keputusan yang dibuat oleh pihak manapun yang dapat mengubah kenyataan bahwa Yerusalem adalah wilayah yang diduduki berdasarkan hukum internasional,” tambahnya.
“Kami akan melanjutkan usaha kami di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan semua forum internasional untuk mengakhiri pendudukan ini dan untuk membangun negara Palestina kami dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya,” ujar Abu Rudeina.
“Kami berterima kasih kepada semua negara yang mendukung resolusi tersebut dan menyatakan kebebasan politik mereka, terlepas dari semua tekanan yang diberikan pada mereka,” ujar pernyataan kantor kepresidenan Palestina tersebut.
Hamas mengatakan bahwa resolusi tersebut merupakan pukulan telak terhadap deklarasi Trump.
“Keputusan ini merupakan langkah ke arah yang benar, sebuah kemenangan untuk hak-hak rakyat Palestina dan pukulan terhadap deklarasi Trump,” papar juru bicara Hamas Fawzi Barhoum dalam pernyataannya Kamis malam (21/12).
Pada hari Rabu (20/12), Trump mengancam untuk memotong bantuan keuangan dari negara-negara yang memilih mendukung resolusi PBB.
Status Yerusalem telah lama dianggap sebagai isu terakhir yang harus ditentukan dalam perundingan damai Israel-Palestina dan keputusan Trump secara luas dipandang sebagai penghalang kesepahaman sejak lama.
Rancangan resolusi PBB tersebut menegaskan bahwa isu Yerusalem adalah status akhir yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara Palestina dan Israel, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan.
Wilayah Yerusalem Timur berada dalam pendudukan Israel sejak 1967, sementara rakyat Palestina terus berjuang untuk mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota negaranya.[IZ]