RAMALLAH, (Panjimas.com) – Sekitar 500 warga Palestina yang kini mendekam di penjara-penjara Israel di bawah UU ‘penahanan administratif’ dilaporkan akan memboikot pengadilan Israel dimulai pada tahun 2018, demikian pernyataan organisasi Palestinian Prisoners Society [PPS], Rabu (20/12) dalam pernyataan tertulisnya.
“Warga Palestina, yang berada di bawah penahanan administratif di penjara-penjara Israel, mengumumkan bahwa mereka tidak akan menghadiri pengadilan Israel yang dimulai pada tahun 2018, sesuai dengan kesepakatan bersama faksi-faksi Palestina,” ujar Palestinian Prisoners Society [PPS] yang bergerak dibawah naungan Organisasi Pembebasan Palestina, Palestinian Liberation Organization (PLO), demikian bunyi pernyataan tertulis PPS, dilansir dari Anadolu.
Praktik aksi boikot peradilan Israel ini melibatkan hampir 500 warga Palestina di penjara-penjara Israel, tulis pernyataan tersebut menambahkan.
Para tahanan Palestina juga akan menerapkan keputusan pemboikotan tersebut dalam 10 hari, bahkan para pengacara mereka tidak akan pergi ke pengadilan.
Pernyataan PPS menegaskan bahwa ini adalah langkah yang diambil “melawan praktik yang kejam dan ilegal seperti hunusan pedang yang diletakkan di leher mereka”.
Selain itu praktik hukum pengadilan Israel hanyalah berkutat di seputar tokoh-tokoh saja dan mereka mengambil keputusan dengan arahan dari Dinas Intelijen Domestik Israel, Shabak.
Di bawah kebijakan penahanan administratif, warga Palestina dapat ditahan tanpa proses pengadilan untuk periode mulai dari 6 bulan hingga 1 tahun.
Pasukan Israel seringkali menyerang dan menyerbu rumah-rumah Palestina di Tepi Barat dan menahan warga Palestina setempat, dengan mengklaim bahwa para warga Palestina itu “masuk dalam daftar pencarian orang [DPO]” Badan Keamanan Israel.
Lebih dari 6.500 warga Palestina, termasuk 300 anak-anak, saat ini mendekam di seluruh penjara di negara yang memproklamirkan diri sebagai negara Yahudi itu, demikian menurut data resmi Palestina.[IZ]