Jakarta, (Panjimas.com) – Berapa hari lalu terdapat acara diskusi di Televisi dimana dalam acara tersebut Dede Oetomo salah satu pembicara mengatakan bahwa perilaku LGBT juga banyak terjadi di pesantren pesantren yang dilakukan para santrinya. Menanggapi pernyataan tersebut, Panjimas pun datang dan mewancarai secara langsung KH. Cholil Ridwan yang pernah menjadi ketua di Badan Kontak Silahturahmi Pesantren (BKSP).
Ditemui di Pesantrennya di Ponpes Al Husnayain di daerah Jakarta Timur, pada hari Kamis (21/12) Panjimas pun meminta tanggapan KH Cholil Ridwan soal pernyataan pesantren dan perilaku LGBT tersebut yang dijawab dengan tegas oleh beliau sebagai Fitnah dan tidak berdasar sama sekali.
“Saya katakan bahwa hal itu adalah fitnah dan hanya mencari cari kesalahan umat Islam saja. Yang mengatakan itu berarti sudah memposisikan untuk bergabung dengan musuh-musuh Islam yang sudah ada sebelumnya, yakni sekular, liberal dan prulal, yang memang mau menghancurkan Islam,” ujar KH. Cholil Ridwan.
KH Cholil Ridwan menambahkan bahwa seluruh pesantren dan seluruh Lembaga-lembaga pendidikan Islam para Kyai dan Ulama sepakat mengajarkan dan menyebarluaskan tentang ajaran Islam yang baik. Dikatakan bahwa penyimpangan seksual yaitu perzinahan sejenis antara laki laki dengan laki laki atau perempuan dengan perempuan itu lebih berat hukumannya dalam Islam ketimbang hukumannya perzinahan antara muslim dan muslimah yang belum menikah.
“Kalau dalam Islam dosa berzinah itu lebih berat dari dosa membunuh, dimana pelakunya ditimpuk dengan batu secara beramai-ramai di halaman masjid. Sedangkan kalau disini kita tidak ada hukuman pidananya bagi pelaku perzinahan antara orang yang sudah dewasa dan dilakukan secara suka sama suka dan tidak ada gugatan dari pasangan suami atau istrinya, maka itu tidak bisa dipidanakan. Karena hukum di Indonesia itu kan warisan dari Belanda yang tentu saja bukan Islam. Karena perzinahan tidak mendapat hukuman maka tidak ada efek jera kepada masyarakat,” tutur KH. Cholil Ridwan yang pernah menjadi Ketua MUI Tahun 2005-2015 itu.
Maka menurut beliau, disinilah perjuangan yang harus dilakukan oleh anggota anggota dewan dari partai partai Islam atau anggota dewan yang beragama Islam dari partai bukan partai Islam. Untuk berjuang menurutnya agar memperjuangkan hukuman pidana yang berat bagi pelaku perzinahan. Sebab kalau dalam Islam pelaku perzinahan itu hukumannya di Qhisas yang lebih berat daripada hukuman orang yang membunuh.
“Kalau hukuman perzinahan aja udah berat, apalagi LGBT. Sebab kalau di jazirah arab yang saya tahu kalau disana itu ketahuan seorang homoseksual atau lesbian, maka hukumannya di arab itu. Pelakunya diikat tangan dan kakinya, ditutup matanya digantung dan diturunkan dari bangunan lantai 8 dan diterjunkan ke bawah dengan kepala duluan. Itulah beratnya hukuman bagi pelaku LGBT menurut Islam yang pernah saya liat di arab sana,” tandasnya. [ES]