RAMALLAH, (Panjimas.com) – Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Fatah Kamis (21/12) lalu mengecam keras ancaman Trump untuk memotong dana bantuan AS ke negara-negara yang memberikan suara menentang keputusannya mengenai Yerusalem.
Hanan Ashrawi, seorang anggota eksekutif PLO, mengutuk surat ancaman yang ditulis oleh Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley kepada para diplomat negara anggota PBB yang mengancam agar tidak memilih menentang keputusan resolusi atas Yerusalam tersebut.
“Ancaman Haley akan meninggalkan pemerintahan Washington sendirian saja,” tulis pernyataan PLO tersebut, dikutip dari AA.
“Kami tidak akan menyerah, kami tidak takut. Kami percaya bahwa anggota Majelis Umum PBB akan melindungi komitmen politik dan hukum mereka terhadap masalah Palestina dengan suara mayoritas,” imbuhnya.
Fatah, yang merupakan salah satu gerakan politik terkemuka Palestina, juga mengecam ancaman AS tersebut. Juru bicara Fathah Al-Qawasm menjelaskan ancaman Trump sebagai tindak pemerasan dan serangan terhadap kedaulatan negara-negara anggota PBB.
Al-Qawasm juga berharap negara-negara dunia akan kuat menghadapi ancaman A.S.
“Mereka mengambil ratusan juta dolar dan bahkan miliaran dolar, dan kemudian mereka memberikan suara menentang kami. Baiklah, kami mengamati pemungutan suara itu. Biarkan mereka memberikan suara menentang kami. Kami akan menghemat banyak hal. Kami tidak peduli,” ujar Trump dalam pernyataannya Rabu (20/12) di Gedung Putih.
Kurang dari dua pekan setelah Washington memutuskan untuk mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memulai proses untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yeruslaem saat semua negara lainnya memiliki fasilitas diplomatik utama mereka di Israel, AS diketahui juga memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menolak pembentukan fasilitas diplomatik di kota yang diperebutkan, di Yerusalem.
Seluruh 14 anggota Dewan Keamanan PBB lainnya memilih untuk mendukung resolusi yang disponsori Mesir tersebut sebelum kemudian disalahgunakan oleh veto AS.
Dewan Keamanan PBB dapat memberikan sinyal pada pemilihan majelis umum, agar negara anggota memilih untuk mengabaikan ancaman Trump.
Majelis Umum PBB berisikan 193 anggota penuh yang akan bertemu untuk sebuah sesi khusus darurat langka membahas soal deklarasi AS pada 6 Desember.
Tidak seperti di Dewan Keamanan PBB, A.S. tidak memiliki hak veto dalam Majelis Umum PBB tersebut. Status Yerusalem telah lama dianggap sebagai isu terakhir yang harus ditentukan dalam perundingan damai Israel-Palestina dan keputusan Trump secara luas dipandang sebagai penghalang kesepahaman sejak lama.
Wilayah Yerusalem Timur berada dalam pendudukan Israel sejak 1967, sementara rakyat Palestina terus berjuang untuk mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota negaranya.[IZ]