BEKASI, (Panjimas.com) – Ustadz Felix Siuw dituduh termasuk tokoh radikal oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Atas tuduhan tersebut penulis buku “Muhammad Al Fatih 1453” tersebut memberikan bantahanya.
Menanggapi hasil penelitian ini, Ustadz Felix Siauw pun mempertanyakan kepada peneliti lembaga tersebut apa parameter radikal Itu menurut mereka dan itu yang ingin dirinya tanyakan kepada para peneliti lembaga tersebut.
“Yang saya baca adalah ketika PPIM UIN mengeluarkan tokoh paling radikal. Justru itu yang ingin saya sampaikan. Apa tolak ukur radikal itu apa? Di dalam penelitian itu mereka katakan, maka makin banyak orang itu bersentuhan dengan gadget maka semakin radikal. Itu artinya sama bahwa media sosial menurut mereka itu sudah dikuasai oleh orang-orang radikal,” tutur Ustadz Felix Siauw kepada Panjimas. Selasa, (19/12).
Dirinya pun mengatakan bahwa yang dikatakan radikal itu adalah ketika seseorang memperjuangkan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut ustad Felix, stigma radikal yang terjadi saat ini adalah narasi lama yang kembali digulirkan.
Banyak tokoh terdahulu yang memiliki keinginan syariat Islam tegak di Indonesia kemudian dikriminalisasi oleh pemerintah yang berkuasa saat itu. Ustad Felix kemudian juga mencontohkan tokoh Mohammad Natsir dan Buya Hamka yang begitu tegas soal keinginan penerapan syariat Islam kemudian mereka dipenjara atas berbagai tuduhan dan fitnah.
“Artinya kalau melihat kasus tadi (ulama terdahulu itu), yah wajar saja kalo saya digolongkan sebagai ustadz radikal. Kalau tolak ukurnya radikal ingin menerapkan syariat Islam, maka bisa dikatakan deislamisasi sama dengan deradikalisasi,” kata Ustadz Felix.
Ustadz yang memiliki banyak basis jamaah anak muda ini juga melanjutkan, “Jadi yang radikal dianggap yang Islamis. Seandainya contoh saya berdakwah: Yuk berhijab, Ayo perbaiki akhlaknya, Ayo bayar hutang tepat waktu. Maka saya tidak akan dikatakan radikal. Tapi jika saya mengatakan, tegakan syariat Islam misalnya, “Al-Quran ini bukan sebagai pajangan. Tegakan segala sesuatu berdasarkan sistem Allah , termasuk sistem pemerintahan juga begitu, maka ini yang dikatakan radikal. Tidak boleh memilih pemimpin selain orang muslim, nah ini dikatakan radikal,”pungkasnya.
Diinformasikan bahwa Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluarkan rilis hasil penelitian perilaku generasi Z (yaitu yang lahir tahun 1995 ke atas) terkait sikap intoleransi dalam beragama.
Dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa ada lima tokoh Islam yang dinilai paling radikal di Indonesia dan populer di media sosial. Salah satunya Ustadz Felix Siauw yang masuk urutan kedua tokoh paling radikal setelah Habib Muhammad Rizieq Syihab, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI). [ES]