JAKARTA (Panjimas.com) – Setelah berkonsultasi dengan ahli hukum, dikatakan bahwa peluang pemohon mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu ada. Mengingat jejak MK pernah melakukan dan mengabulkan perluasan norma.
“Kami merasa persoalan ini begitu urgen. Sehingga jika kami ke DPR, akan membutuhkan waktu lama. Artinya ada urgensi yang sangat tinggi, dimana kami harus segera,” kata Guru besar IPB Prof Dr Euis Sunarti di acara ILC – TV One, Selasa (19/12) malam.
Terlepas dari indvidu LGBT yang memiliki kelainan, AILA akan memberi perhatian. Yang menjadi fokus AILA adalah adanya gerakan sistematis dan struktur di Indonesia terkait LGBT. Mereka ingin punya hak yang sama, dan menjadi sebuah gaya hidup, dimana perilaku seksualnya dianggap tidak illegal.
Seperti diketahui, dalam dokumen Yogyakarta Principle tahun 2006 dan Being LGBT Indonesia tahun 2015, gerakan LGBT kian berkembang karena disupport oleh UNDP, USA. Strategi itu masuk ke legislative, eksekutif dan sebagainya.
“Semua agama jelas-jelas melarang seks sesama jenis. Apalagi negara kita adalah negara berketuhanan, konstitusinya pun berketuhanan. Harusnya permohonan JR kami diterima oleh MK.”
Dari empat hakim yang menyatakan dissenting opinion, kami sagat terenyuh dan sangat berterima kasih atas ketegihannya. Bahkan mereka mengatakan, rekriminalisasi jangan dianggap tabu kalau ada kebaikan mutlak.”
Selain itu, dia menjelaskan, aktivitas kaum gay harus merekrut lima orang dan masing-masing merekrut lima orang yang disebut MLM gay. Terlebih, hal itu dilakukan terhadap individu yang berada di garis kemiskinan. Bahkan Euis mendapat salah satu mahasiswanya masuk ke dalam kelompok tersebut. “Ketika anak-anak muda terjebak, betapa sedihnya orang tua,” kata Euis meneteskan air mata.
Setelah permohonannya ditolak MK, Prof Euis berharap DPR sungguh-sungguh untuk segera menuntaskan pembahasan RUU KUHP, sebelum terjadi banyak korban. Dan kita akan mendorong pemerintah menerbitkan Perppu, meskipun hal itu impossible.”
“DPR jangan lagi menunda-nunda, karena sudah sekian lama RUU itu tidak dselesaikan. Dosa besar kalau DPR menunda-nunda, padahal persoalannya sudah sedemikian rupa. Penundaan inilah yang kami khawatirkan.”
Dikatakan Prof. Euis, Pemerintah harusnya melindungi kami. Ini kok malah berseberangan. Pemerintah macam apa yang tak melindungi hak kami yang mayoritas ini. Ini adalah aspirasi kami dan semua orang tua. Ketika kami kecil, diajari orang tua agar memulai langkah dengan kaki kanan, minum sambil duduk dan kemuliaan hidup lainnya.
“Saat ini, hak kami untuk menjalankan agama, hidup nyaman dan aman tidak dijamin dan tak terpenuhi. Kami sangat kecewa, hanya karena kalah satu suara di persidangan MK.” (des)