JAKARTA (Panjimas.com) – Adanya eskalasi kejadian dan data yang meningkat terkait penyimpangan seksual, zina, perkosaan, dan cabul sesama jenis di masyrakat itulah yang melatarbelakangi Guru besar IPB Prof Dr Euis Sunarti mengajukan Judicial Review (JR) sejumlah pasal kesusilaan (Pasal 284, 285 dan 292) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sebagai dosen dan peneliti di IPB, saya bicara tentang pembangunan berkualitas dan berkarakter, serta ketahanan keluarga. Juga bagaimana pengembangan masyarakat. Setelah melakukan riset di lapangan, ternyata datanya sangat menyedihkan,” kata Euis saat menyampaikan pendapatnya di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di sebuah televisi swasta TV One, Selasa (19/12) malam.
Ia mencatat, di suatu desa 67 % masyarakatnya disana, terdapat fakta yang mengerikan. Perzinahan bukan lagi dilakukan oleh orang jauh, melainkan dilakukan oleh ipar dan mertua, serta cabul dengan sesama jenis.
Bahkan, di Kabupaten Bogor, dari 44 kecamatan yang ada, terdapat 10 kecamatan (per Juni 2015), ada 6.600 seks laki-laki dengan laki-laki. Dalam enam bulan, terdapat peningkatan, sekitar 1.400. Usia 11-13 telah belajar berhubungan seks dengan sesama jenis.
“Betapa lingkungan itu tidak aman bagi kita, seberapa hebat melindungi keluarga kita, ketika tidak ada sistem yang membangun lewat suatu instrumen kebijakan dan hukum yang ternyata juga tidak kuat.”
Setelah melakukan kajian mendalam, riset, kemudian audiensi, dan konsultasi dengan para ahli hukum, Alinasi Cinta Keluarga (AILA) mengajukan permohonan JR ke MK. “Niat kami adalah melindungi keluarga Indonesia, generasi muda, dan peradaban bangsa. Kami yakin permohonan kami bisa dikabulkan oleh MK.”
Setelah 22 kali sidang, pemohon dianggap salah alamat. “Ini sangat mengecewakan kami. Kenapa setelah 22 kali sidang. kami dianggap salah alamat. Di persidangan itu, kami belajar dari orang hukum sendiri, termasuk dengan Ketua MK waktu itu.”
Prof Euis melihat, ini pertarungan ideologi, antara pemohon dan yang melawan. “Yg menolak itu karena ada perbedaan ideologi. Kita tahu, hak yang paling mendasar, orang tua ingin anaknya soleh-solehah, dan lingkungan kondusif. Tapi saat ini tidak ada jaminan itu. (des)