JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua AILA Rita Soebagio memaparkan, berdasarkan hasil survei, 93 persen masyarakat Indonesia menolak segala bentuk perbuatan seksual yang menyimpang dari norma dan ajaran agama. Artinya, kata dia, pihak yang menginginkan pelaku Zina dan LGBT di atas 18 tahun tidak dipidana, sama saja sedang menyimpan konflik di tengah masyarakat.
“Mereka (pihak penyuka Zina dan LGBT) yang mengatakan kami menang telak di MK, akan membuat masyarakat salah menafsirkan dan akhirnya terprovokasi untuk melakukan tindakan yang seharusnya bukan menjadi kewenangannya,” ungkapnya dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa (19/12) malam.
Lebih lanjut, Rita menyayangkan, media Jakarta Post menulis AILA merupakan kelompok radikal dan lebih berbahaya dari
Front Pembela Islam (FPI). Padahal, tegasnya, upaya yang ditempuh merupakan langkah konstitusional dan mempertimbangkan semua aspek. Mulai dari aspek agama, norma, kebudayaan, kesehatan, psikologi masyarakat, dan dampak jangka panjang yang akan terjadi apabila perilaku Zina dan LGBT terus dibiarkan.
“Saya tidak tahu, norma apa yang diperjuangkan di konstitusi. Kalau ada pilihan MK menolak dan menentang, kenapa MK tidak memperhatikan norma dan 12 pemohon yang kami ajukan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, para hakim yang setuju LGBT masuk pidana adalah Ketua MK Arief Hidayat, hakim konstitusi Anwar Usman, Wahiduddin Adams, dan Aswanto. Sedangkan 5 hakim lainnya, yaitu Maria Farida, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan Sitompul, dan Saldi Isra, memilih menolak LGBT masuk ke dalam hukum pidana. (des)